Selasa, 29 Juni 2010

Pecinta yang Bercinta

Puncak dari mencinta adalah bercinta. Hanya saja mereka punya tempat dan waktu yang berbeda. Bercinta terjadi pada suatu waktu dan di tempat tertentu, sedang mencinta mengembara di semua tempat, bergulir di setiap waktu. Sepasang suami istri terkadang bercinta di ranjang dan dilakukan malam hari. Mencinta bisa dilakukan di ranjang, di tempat ibadah, di gedung bioskop. Mencinta bisa dirasakan di waktu pagi, siang, sore, atau petang.

Pada dua hal ini, selera orang juga berbeda. Sebagian orang lebih suka bercinta, tapi tidak mencinta, tapi sebagian yang lain lebih memilih mencinta daripada sekedar bercinta. Meskipun banyak juga orang yang bercinta dengan mencinta atau mencinta dengan bercinta. Keduanya hampir susah dibedakan. Bercinta dengan mencinta berarti menyertakan pemeberian cinta pada saat bercinta, sedangkan mencinta dengan bercinta berarti ada kebutuhan bercinta untuk bisa menyerahkan cinta. Bercinta dan mencinta ada di waktu dan tempatnya, tetapi tidak terpisah. Tak terpisah bukan berarti menyatu. Mereka hanya saling melengkapi.

Penyatuan antara bercinta dan mencinta terjadi ketika memberi dan menerima terjadi bersamaan, ada atau tidak ada yang diberi atau yang menerima. Mencinta biasanya diwujudkan dengan impian untuk selalu berdekatan, ingin bermesraan ketika berduaan, ingin mencurahkan kasih jika terjadi pertemuan. Bayangan yang dicinta selalu hadir, setiap saat ingin bersama, itulah mencinta. Sembol-simbol ini akan bermakna ketika kita melakukannya dengan bercinta. Bukan bercinta seperti sepasang pria wanita yang sedang bersetubuh, tapi bercinta setiap saat dengan representasi apapun. Ketika bayangannya datang, maka dengan bayangan itulah kita bercinta. Jadi bayangan sang kekasih bukan sekedar simbol untuk mencinta. Jika suaranya terngiang, maka dengan suara itu kita bercinta, bukan sekedar theme songyang mendatangkan bahagian tatkala di putar di telinga. Ketika mencium wanginya, maka dengan bau itu kita bercinta, bukan deodorant yang membuat kita ilfil karena ingat bau keteknya. Bila semua itu membuat kita bercinta, maka coba bayangkan ketika kita sedang bersenggama. Hanya sentuhan fisik, penetrasi dan kuluman bibir yang membedakannya.

Bagaimana setiap saat kita bisa menjadi pecinta yang selalu bercinta? Maka apresiasilah senjatanya. Seorang wanita yang memuja pria dambaan, maka apapun yang terpancar darinya adalah keanggunan, setiap katanya bijaksana, segala dandanannya bak pangeran di singgasana. Tak perduli tubuh berbau amis, penampilan bagai pengemis, kata orang amis-amis (amit-amit maksudnya). Semua bukan kenyataan terbalik, bukan rasionalisasi, semua nyata. Jika mencinta dan bercinta hanya seperti stiker dan kertas perekatnya, maka cinta memang benar-benar buta. Jika keduanya terpisah, maka cinta telah menulikan telinga. Seorang pecinta yang selalu bercinta tidak menjadi buta. Ia memejamkan mata menikmati alunan, menghayati rabaan. Seorang pecinta yang selalu bercinta bukan sedang pekak. Ia sengaja menutup kuping untuk membiarkan alunan cinta bertalu di gendang telinga.

Apresiasi tidak menjadikan pecinta menunda bercinta. Dengan apresiasi sang pecinta bisa merasakan nikmat setiap saat. Keindahan bercinta selalu hadir bagi pecinta yang apresiatif. Pecinta apresiatif telah menjiwai dirinya sebagai pecinta, telah menghayati cintanya, begitu menyanjung yang dicintainya. Semua dilakukan bukan karena ingin mendapatkan balasan, bukan karena imbalan. Hanya ada satu jawaban buat pecinta apresiatif, yaitu mencintai cinta, bercinta dengan cinta. Sekali lagi, bagaimana caranya menjadi pecinta yang selalu bercinta? Cintailah apresiasi dan apresiasilah cinta.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar