Jumat, 23 Desember 2011

Bunuh Diri dengan PowerPoint

Sumber: pabsoft.com
PowerPoint atau ppt dengan telplate-nya  telah merajalela dalam kehidupan kita. Menjadi bagian dari proses belajar. Sehingga, belajar tanpa ppt seperti makan sayur tanpa garam.


Ini adalah minggu-minggu terakhir perkuliahan. Pertemuan terakhir adalah saat mendapatkan umpan balik. Apalagi ini sudah hari-hari akhir tahun, itung-itung buat perbaikan diri. Bagaimana hasil umpan balik dari seorang pendidik semacam Rudi ini?

Dalam sebuah kelas dengan mahasiswa yang tidak banyak, yaitu 15 orang. Setidaknya ini jumlah umpan balik yang aku terima. Sebagaimana umpan balik, selalu ada yang positif atau yang sudah baik dan ada juga yang negatif atau yang masih perlu diperbaiki. Meskipun ketika diminta memberikan masukan, kita masih cenderung berusaha mencari cela untuk perbaikan.

Dari 15 umpan balik yang aku terima, alhamdulillah 26,67% mengatakan hal yang luar biasa dari caraku memandu mereka belajar, 6,67% menulis tidak ada komentar, sedangkan sisanya, 66,67% masih harus diperbaiki. Wow, banyak ya? Apa saja yang ditulis oleh teman-teman mahasiswa di komposisi prosentase itu?

26,67% yang sudah positif menurut mahasiswa adalah cara memanduku menyenangkan, memberikan penjelasan dengan sangat jelas, penjelasan juga diberikan sampai ke akar-akarnya, dan yang terpenting adalah mudah dipahami. Sisa yang lebih besar, meminta adanya media PowerPoint dalam pembelajaran.

Sebagian kecil yang lain menyinggung tentang keterlambatanku, meski itu juga cuma 2 kali ketika harus menggantikan pengajar yang lain. Ada juga yang meminta agar aku menjelaskan langsung kepada inti materinya saja. Hal ini memang kontradiktif dengan salah satu komentar bahwa penjelasanku mendalam sampai ke akar-akarnya, selalu bisa mengatikan dengan banyak hal. Untuk yang terakhir ini, agak berkebalikan juga dengan pernyataan bahwa penjelasanku terlalu banyak, seharusnya langsung ke inti materi. Aku juga kurang interaktif menurut mereka, meskipun ketika aku ajak ngobrol dan aku minta cerita tentang pengalaman, mereka lebih banyak diam. Bagusnya, ada yang terkesan denagn metode dialog dan diskusi kelompok. Nah, kok bisa beda gitu? Entahlah.

Namun demikian, yang terbesar adalah membicarakan tentang ketersediaan PowerPoint. Berkenaan dengan ppt ini, ada dua model permintaan. Satu sisi meminta agar materi disampaikan dengan menggunakan ppt, tapi yang sisi lain memang benar-benar minta ppt untuk di-copy.

Sepertinya PowerPoint memang sudah menjadi kebiasaan yang nyaman bagi mahasiswa. Tidak hanya sekedar untuk memudahkan dalam mengikuti tiap langkah proses belajar, tapi lebih parah lagi jika digunakan hanya untuk belajar di tengah dan akhir semester ketika bersiap menghadapi ujian.

Seorang pendidik senior menyatakan harapannya bahwa jangan sampai kita jadi sarjana PowerPoint. Apa itu? ya sarjana yang dicetak dengan ppt, diuji dengan ppt dan belajar hanya bergantung pada ppt. PowerPoint sudah seperti lembaga bimbingan belajar yang memberikan kemudahan untuk berhasil dalam ujian semacam unas atau SNMPTN. Seperti panas 3 tahun dihapus hijan sebulan. Yang dipentingkan bukan makna belajar yang berupa ilmu, tapi trik mengerjakan soal.

Ini tantanganku sebagai pendidik. It's ok lah kalaupun jadi martir ketidaknyamanan perubahan, tapi untuk budaya belajar dan hasil yang lebih baik.

Bagaimana dengan pembelajaran di sekolah dan kampusmu?

4 komentar :

  1. baca judulnya aja udah ngeri -,-

    BalasHapus
  2. nice post.. :) bener jgn mau jdi sarjana PPT.. hmm, jdi pengen nyoba pake Flash klo mw persentasi..

    BalasHapus
  3. Kak Ghassan, Kak Agam dan Ratna, salam semuanya...

    Iya, banyak cara bunuh diri, salah satunya adalah menawarkan diri untuk dijajah oleh ciptaan kita sendiri :)

    Ayo menjadi kreatif!

    BalasHapus