Sabtu, 17 Desember 2011

Mencapai Target dengan Gaya Bekerja Kita Sendiri


Sumber: hermanmiller.com
Apakah Kamu orang yang gila kerja? Gila kerja ini punya arti yang didasari rasa cinta. Jika Kamu termasuk salah satunya, Kamu sedang hidup dengan pekerjaamu. Atau dengan kata lain, Kamu bekerja sebagai bagian dari hidup. Ini lebih dari 'yess man!' yang berorientasi pada tugas atau tanggung jawab.


Pada sebuah pertemuan yang disebut workshop (buatku seperti sharing session atau malah mirip kuliah), kami bicara tentang value dalam bekerja. Pada sesi dialog, pembicara mengatakan bahwa hidup itu harus punya dorongan yang kuat, tarikan cita-cita yang terus dikejar serta tentunya tak mengenal lelah dan istirahat. Ia mencontohkan Dahlan Iskan sebagai orang yang ketika makanpun ia juga bekerja. Masih kata pembicara, makan tak perlu masuk agenda khusus, tapi sudah bagian dari hidup yang tak harus menghentikan kita ketika bekerja.

Buat aku, ini sangat wow. Gimaa tidak, orang bekerja begitu santernya, sampai kata pembicara, konsep istirahat sudah dihapus. Salut sekaligus kasihan. Salut jika memang itu dilalukan atas dasar cinta, sehingga istilah gila kerja memang benar-benar aktual dalam arti yang positif. Jadi kasihan jika itu dilakukan pada level 'yess man!' karena perintah atasan (baca 4 Level Totalitas dalam Bekerja).

Nah, lebih celaka lagi jika kita mentah-mentah mencontoh yang gila kerja secara lugu. Karena mencontohpun ada dua model, apakah mencontoh sampai pada pemahaman prinsip yang dianut oleh orang yang dicontoh, atau cuma mencontoh buta apa adanya.

Pembicara menyajikan contoh untuk ditiru tanpa memberikan pencerahan tentang prinsip-prinsip yang dimiliki orang yang dijadikan contoh. Ini bisa mengarah kepada model mencontoh yang buta. Tanpa mengetahui gaya diri sendiri dan kekuatan diri, kita bisa jadi pencontoh buta, dengan tidak memperkuat dulu keyakinan atau prinsip yang kita miliki. Artinya, kita bisa terjebak pada 'yess man!' yang bertaklit buta.

Ngomong soal gaya dan kekuatan diri misalnya, aku bilang ke pembicara bahwa kalau aku, yang namanya makan ya dinikmati, makan. Karena buat aku semuanya bakalan balance. Tidak semua orang bisa mencerna dengan baik sambil bekerja. Aku yakin bahwa energi makan dengan cara yang baik, istirahat yang cukup bisa buat kinerja yang bagus kemudian, karena lagi-lagi semuanya pasti mengarah kepada keseimbangannya. Itu kalau aku sih.

Pembicara mengatakan bahwa, kalau kita di dunia kerja yang ditentukan kapan pekerjaan harus selesai, maka kita tak punya nilai tawar, harus diselesaikan sesuai pesanan. Karena itulah pembicara masih memegang keyakinannya bahwa bekerja itu harus terus tanpa henti.

Hem, kalau buat aku sih istirahat itu tetap perlu, meskipun situasinya bisa jadi paradoks untuk orang-orang tertentu. Apa itu? Ya buat orang itu bekerja itu sendiri adalah istirahat. Ini berlaku buat yang gila kerja tadi, yang levelnya sudah pada beyond the duty, bekerja sebagai bagian kehidupan pribadi. Tapi kalau ini dihimbaukan pada orang kebanyakan, maka bisa jadi mesin yang pasti akan menuju masa ausnya jika tak dirawat atau diistirahatkan.

Kalau bicara soal deadline, ya pasti pekerjaan harus diselesaikan sesuai keinginan atasan atau konsumen lah. Malah buat aku tidak hanya target waktu, tapi juga kualitas yang diminta. Tapi bukan berarti ini harus disandingkan dengan kerja nonstop tanpa istirahat. Deadline adalah tenggat waktu, dan kitalah yang punya wewenang atas manajemen pekerjaan kita.

Deadline memang punya karakteristik yang unik. Ini aku bicara soal karakteristik dalam dua hal, target waktu dan target kualitas. Kalau dua hal itu ditentukan secara spesifik, langkah demi langkah, maka jadinya adalah standard operational procedure atau SOP. Namun jika ditentukan secara lebih besar, maka akan menjadi tujuan atau misi. Dan lebih jauh lagi bisa berupa visi.

Biasanya deadline mengaju kepada tujuan yang lebih besar, yaitu penentuan waktu selesai dan hasil akhir sebuah pekerjaan. Jika deadline sudah ditentukan, misalnya, "Dalam 2 jam, Kamu harus buat halaman ini menjadi indah!". 2 jam adalah tenggat waktunya, sedangkan indah adalah hasil kualitasnya. Dalam rentang itu, seseorang bisa melakukan apapun asalkan dalam 2 jam ia bisa membuat halaman yang dimaksud menjadi indah.

Jika dikembalikan pada contoh bekerja yang tanpa henti tadi, aku kira itu soal style atau gaya bekerja. Tidak masalah jika seseorang bekerja dengan baik jika kepepet waktu. Begitupun tidak masalah jika ada orang yang menggunakan tiap detik waktunya untuk bekerja. Keduanya tidak menutup kemungkinan untuk mencapai hasil terbaik, seperti atau melebihi yang diharapkan.

Dalam sharing ini, aku masih punya keyakinan bahwa kita tak harus mencontoh cara kerja orang lain. Aku lebih suka menyesuaikan dengan kekuatanku, dengan gaya kerjaku.

Nah, kalau Kamu?

2 komentar :

  1. setujuuuuuuuuuuuu,,, hehehheeh
    #merasa mendapat pembelaan oleh posting ini :D

    BalasHapus
  2. Kalau begitu, ayo bergandengan tangan! #eh :D

    BalasHapus