Sebuah tweet dari kak @bukik yang kurang lebih berbunyi, “Bercerita itu mudah. Tapi tidak semua orang bisa merancang modul bercerita” (lebih 140 karakter tidak ya? hehe), mengingatkan pada diskusi di Matchbox Too tentang hambatan bercerita. Berbicara tentang bercerita, terdapat dua bentuk kegiatan pokok, yaitu menyajikan cerita dan menciptakan cerita.
Seperti halnya mendengarkan cerita, bercerita sudah menjadi bagian dari keseharian kita. Coba ingat lagi, ada tidak waktu dalam sehari saja yang terlewatkan tanpa cerita. Mungkin hari ini kita tidak bertemu orang, tapi bisa jadi kita tetap ketemu cerita lewat media massa. Apalagi bagi yang suka ngerumpi, berbagi informasi diskon dan big sale (ehem #nyindir). Di tempat kerja juga taka sing yang namanya ngerasani (don’t try this at home!) yang juga berupa cerita. Mendengarkan dan bercerita adalah paket yang biasanya langsung terjadi secara simultan dalam kehidupan sehari-hari.
Tapi ternyata bercerita juga ada juga penghalangnya. Secara informal, bercerita sehari-hari tentu sangat mudah. Tapi kalau sudah diformalkan dalam bentuk cerita yang akan dibagi, maka hambatan itu muncul seperti sebuah sedak yang memuntahkan makanan yang sebelumnya kita nikmati. Ini juga terjadi di Indonesia Bercerita (@IDcerita) ketika ajang penjaringan cerita dilakukan. Minat baru meningkat ketika dibalut dengan kuis yang memberikan hadiah.
Jika kita dibebaskan bercerita, tanpa harus punya kepentingan tertentu yang merusak kesenangan, saya yakin akan banyak tumbuh pencerita dan gairah bercerita. Defens muncul ketika kita berpikir akan banyak orang yang mendengarkan cerita kita. Jangankan didengarkan orang banyak, saat perekam disodorkan (oleh diri sendiri sekalipun), defens itu muncul, dan tercekatlah suara kita.
Kebiasaan merekam cerita ternyata sama sulitnya dengan kebiasaan menuliskan ide. Karena itulah podcasting perlu dibudayakan. Podcasting itu adalah merekam aktivitas kita baik audio maupun visual. Jika apapun sudah terbiasa direkam, maka ceritapun juga akan masuk di dalamnya. Membiasakannya sebenarnya mudah, hidupkan perekam dan lakukan aktivitas seperti biasa. Untuk Anda yang biasa bercerita kepada anak, adik atau keponakan, lakukan saja terus. Aktivitasnya cuma ditambah satu, hidupkan perekam dan letakkan di dekat Anda. Dengarkan kembali. Kalau suka, jangan lupa berbagi.
Jika bercerita dan merekamnya dianggap susah, bagaimana dengan menciptakannya? Tentu saja tantangannya lebih besar. Lebih sulit lagi jika menciptakan cerita berbasiskan menulis. Bukan rahasia, berbicara lebih mudah daripada menuliskannya. Ide lebih mengalir saat dikatakan, tetapi jadi mampet saat dituliskan. Berbicara mencipta cerita, memang tidak harus menulis. Jika kita lebih nyaman menggunakan lisan, maka silahkan merekamnya.
Untuk sementara, kita biasakan bercerita saja dulu. Jika sudah merasakan nyaman, jangan lupa merekamnya. Kalau mau berbagi manfaat dari isi cerita, maka jangan ragu untuk memberikan kebaikan buat yang lain.
Level selanjutnya adalah pembahasan tentang membuat cerita. Membicarakan membuat cerita, berarti akan masuk level tantangan berikutnya. Dan tantangan tertinggi, seperti di tweet kak @bukik, membuat desain pembelajaran untuk mengajari orang bercerita dan membuat cerita adalah tingkat yang tertinggi. Tunggu saja pembahasan berikutnya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar