Kamis, 09 Februari 2012

Pengembangan Diri: 5 Jurus Lepas dari Stagnasi untuk Melejitkan Diri

Sumber Gambar: self-esteem-enhances-life.com
Ada banyak cara agar lepas dari kondisi stag dan melejitkan diri. Berdasarkan pengalaman yang terjadi, aku memaknainya hinga menjadi model atau desain pengembangan diri. Simak!


Belakangan ini terasa stag. Apakah lantas benar-benar tidak ada aktivias? Atau mandeg dan nyaris bunuh diri atau sekarat dengan sendirinya? Tidak seekstrim itu. Berhenti yang dimaksud adalah justru tetap dalam aktivitas. Artinya, aku tetap melakukan aktivitas tapi semua mengalir begitu saja. Semua jadi seperti rutinitas, meski sebenarnya tidak juga. Lho kok bisa?

Tidak seratus persen rutinitas. Aktivitas yang dilakukan masih tergolong variatif. Mungkin agak kuwalat dengan tulisan sendiri ya. Di tulianku, Variasi Dapat Menjaga Kreativitas, yang di-publish di rudicahyo.com, aku ngomong tentang aktivitas yang tergolong kreatif, jika dilakukan terus menerus secara tetap dan rutin, maka akan jadi turun nilai kreatifnya.

Mandeg ini sebenarnya adalah persoalan yang bisa lebih runyam daripada jatuh. Maksudnya, jika kita sedang jatuh, maka itu posisi yang lebih jelas, karena kondisi jatuh, itu perubahan dari posisi tertentu menuju kepada keadaan jatuh. Nah loh, bingung. Untuk bangkit lagi, jatuh itu lebih punya jalan, karena setiap pengalaman bisa ditelusuri lagi sebagai pelajaran.

Bagaimana dengan stag? Berhenti itu biasanya posisinya melayang. Karena ngambang, maka tidak ada pijakan di bawahnya, dan tidak ada arah di atasnya. Aku yakin, sebagian besar orang yang mengalami stagnasi, karena kehilagan dua hal itu. Kakinya tidak berpijak, kepalanya tidak menyentuh langit-langit. Merasa tidak punya kekuatan (bahkan mungkin kelemahan), juga tidak punya tujuan atau cita-cita. Gawat bukan?

Karena posisi yang tidak jelas itulah, maka kondisi stag lebih sulit untuk berubah. Pelajaran dari kondisi tak menentu juga sulit diambil. Sementara itu, mau melangkah kemana juga kebingungan. Karenanya, jangan sampai terjebak dalam kondisi ini.

Berdasarkan refleksi dari setiap usaha yang dijalani, dan kemudian menjadi pengalaman bermakna yang bisa dipelajari, ada beberapa titik yang bisa diperhatikan.

Doa bisa menjadi pijakan dari setiap aktivitas. Ketika aku minum kopi, mau tidur, berangkat kerja dengan gas pertama, secara spontan kuawali dengan satu kalimat doa sederhana. Apapun bunyinya, jika kita yakin itu sebagai sebuah doa, maka ada perasaan yakin juga ketika menjalani aktivitas yang mengikutinya.

Ibarat terjebur ke air yang dalam, ketika berdoa, kaki langsung mendapatkan tumpuan. Kalau dianalogikan dengan kejebur tadi, kaki mungkin menemukan karang, kayu atau mungkin air seperti mengeras dan tubuh menjadi lebih ringan.

Melihat diri, kurangi memandang orang lain. Apapun alasannya, kondisi stag lebih baik tidak memandang apa yang dimiliki orang lain. Ada yang bilang, tergantung cara pandangnya, jika kita melihat yang dimiliki orang lain sebagai motivasi, maka tidak menjadi masalah. Aku sarankan, dalam kondisi seperti ini jangan melihat siapapun. Lihatlah diri sendiri.

Kondisi stag, jika melihat orang lain, apa yang dimilikinya, maka sulit menjadi motivasi jika kaki tidak ada pijakannya. Khawatirnya, itu hanya menjadi ingin, tapi bingung mau melakukan apa. Hal ini karena belum jelas, kekuatan apa yang dapat dikelola untuk mewujudkannya. Kecuali jika tidak dalam kondisi seperti ini. Karena itu, lihatlah diri, bukan orang lain.

Temukan kekuatan dengan memandang hanya kepada diri. Sebelumnya sudah dibahas tentang melihat diri sendiri, bukan orang lain. Nah, hasil melihat diri sendiri adalah mengumpulkan kekuatan yang dimiliki. Ketika melihat kedalam diri sendiri, saat itulah kita coba mengidentifikasi kelebihan, potensi, keunikan yang kita miliki. Boleh juga dipertajam dengan mencari perbedaannya dengan orang lain, yang orang lain tidak miliki.

Fokus pada kekuatan diri dengan penghayatan. Kekuatan diri itu bisa jadi cuma retorika yang ada di luar sana, belum benar-benar diakui sebagai milik diri. Karena itu butuh pengristalan, butuh dikuatkan dalam diri. Bagaimana caranya?

Setiap indera kita mengumpulkan data, mengolah dan menjadikannya sebagai bagian dari diri, membentuk keyakinan. Jadi, mulai dari alat indera inilah kita melakukan penguatan terhadap apa yang kita miliki. Selain mencari perbedeaan atau yang tidak dimiliki orang lain, membelokkan cara kerja alat indera ini juga turut mendukung pengembangan diri.

Di level awal, kita bisa jadikan indera kita (mata, hidung, telinga dll) sebagai radar untuk mencari, apa saja yang mendukung kekuatan kita. Misalnya ketika kita merasa bahwa kita punya kelebihan dalam membuat desain pakaian, maka sekarang mata kita sudah berbeda cara pandangnya ketika melihat pensil, kertas atau penghapus pensil.

Level berikutnya adalah bermain paradox. Ini bisa dilakukan untuk yang sudah terbiasa atau terlatih. Di level ini, apapun yang dilihat bisa diarahkan kepada keyakinan akan kekuatan diri. Artinya, melihat apapun, mendengar apapun, semuanya bisa diarahkan sebagai data untuk memperkuat diri. Misalnya calon desainer tadi. Melihat kasur dan seprei, ia berpikir bagaimana membuat kasur yang nyaman bisa serasa memeluk yang tidur atau membuat motif seprei yang bisa mensugesti agar bermimpi indah. Melihat meja langsung terbanyang dirinya sedang mengerjakan desain mahakarya untuk orang penting atau publik figur.

Mengubah cara pandang atau membelokkan kerja alat indera ini sebenarnya juga sekaligus langkah kapitalisasi. Artinya, setiap yang kita indera, baik di lingkungan atau di dalam diri, bisa dimaknai sebagai modal untuk mendukung kekuatan diri. Bahkan akan lebih kuat juga jika dimaknai sebagai pendukung dalam mencapai impian atau cita-cita.

Selanjutnya, lakukan apapun yang dianggap sebagai bagian dari desain hidup. Jadim setiap apa yang kita lakukan, selalu hubungkan dengan penguatan potensi dan pencapaian tujuan. Dengan atau tanpa rencana, jika kita terbisa menghubungkan semua tindakan dengan kekuatan dan pencapaian tujuan, maka itu juga menjadi bagian desain kehidupan kita. Ini juga bisa dianggap bentuk kapitalisasi tindakan.

Demikian kira-kira pemaknaan pengalamanku yang ternyata aku maknai hingga menjadi model pengembangan diri.

Sumber Gambar: hot100tips.com

Bagaimana pendapatmu? Mungkin setiap orang punya cara yang khas, bagaimana strategimu?

Tidak ada komentar :

Posting Komentar