Minggu, 22 Januari 2012

Bertemunya Makna dari Kehilangan

Sumber Gambar: mylot.com

Barangkali saja yang membaca ini menemukan dompetku. Ini kalimat harapan atas sebuah kejadian yang menyambar sore ini.


Kemarin hari yang membahagiakan, karena bertemu banyak teman baru di Bincang Edukasi Seri 4, di CCCL Surabaya. Belum sempat menuliskannya di blog, eh kejadian tak mengenakkan ku alami beruntun. Karena mood lagi ingin menuliskan yang ini, maka ku tulis saja yang resah duluan.

Apapun tulisannya, karena tak mem-posting di blog seperti sebuah dosa, maka akan ku tulis saja yang sedang ku rasakan hehe.

Aku sadar, tulisan yang baik adalah yang bisa menghadirkan makna buat orang lain, syukur-syukur bisa menginspirasi. Buat aku, duka, bahagia, keberuntungan, kerugian, semua bisa mendatangkan inspirasi, asal kita tahu bagian mana atau apa yang menjadi titik tekannya.

Ok, kita mulai menceritakan kejadiannya. Mulai dari kepulangan dari Bincang Edukasi, mendapati Bintang berbadan panas. Ibundanya sebelumnya menjemput dengan motor dan sudah pasti kehujanan. Apakah tidak membawa jas hujan? Tentu saja sudah membawanya. Bintang adalah anak yang aktif dan tidak mau diam. Karenanya, ia tak bisa sedikit lebih lama bertahan di bawah kerudungan jas hujan.

Apa kejadian yang berukutnya? ini hanya sebuah getah, buah dari pulang malam yang menghujani Bintang. Meski sudah berpeluh bercampur air comberan, tapi sampai rumah masih saja kena kobaran amarah dari ibunya hehehe. Maklum, panasnya Bintang mempengaruhi suhu atmosfir hehe. Pokoknya selalu ada dorongan buat jadi super papa lah.

Dan yang terhangat adalah baru saja terjadi. Pulang dari mini market, berbelok untuk membeli cemilan di pertigaan. Karena terpikir untuk mencari tinta buat stempel, maka rute ku ubah menuju ke tempat foto kopi. Barangkali saja di sana jual tinta.

Motor melaju santai. Beberapa kali disapa ramah oleh polisi yang selalu saja masih tidur. Masih santai dan santai. Sampai sekitar jarak 200 meter dari penjual cemilan, ku sadari dompetku raib. Dari semua kejadian, ini yang paling meluluh lantakkan hatiku hehe. Seperti tersambar petir di siang hari yang selalu saja masih bolong. Bagaimana tidak, selain ada surat-surat penting di dalamnya, dompet ini sudah lama menghuni saku dan sudah menyatu dalam hatiku cieee.

Spontan berbalik dan ku runut lagi rute yang sama. Tak ada lagi ku lihat dompet imut yang sudah menyejarah. Perpisahan yang tak ku kehendaki. Tapi aku yakin ini telah Tuhan kehendaki. Meski waktu itu belum berpikir demikian.

Hikmah ini ku rajut helai demi helai dalam keseluruhan perjalanan. Apa saja yang telah masuk dalam poin kesadaran hikmah?

1. Awali dengan optimis
Optimis itu membesarkan harapan. Meski memang akan menjatuhkan perasaan jika semakin tinggi harapan, tetapi ditampakkan dengan jelas kegagalannya.

Pertama kali tahu dompet telah menghilang dari saku celana pendek, aku langsung melacak rute dengan perasaan pertama adalah optimis. Aku yakin akan menemukannya. Memang sih pernah ada pengalaman dua kali hilang dan dapat ditemukan. Tapi pengalaman itu terjadi di malam hari, sehingga mungkin tidak ada orang yang tahu kalau ada dompet di jalan. Kali ini beda, semua terjadi saat hari terang benderang.

Dengan rasa optimis pasti akan ketemu, aku kembali dengan perasaan yang sedikit demi sedikit mulai runtuh. Namun optimisme itu masih tersimpan, karena ku selalu membangunnya selama rute belum habis ku lacak.

Sampailah aku di penjual gorengan tadi. Ternyata tidak ku temukan. Aku tanyakan ke dia, juga tidak tahu tentang keberadaan dompet itu. Entahlah, tetap dengan tersenyum, kembali ku lalui rute yang sama.

Buat aku tak ada ruginya mengawali dengan optimis, karena pilihan yang lain juga tak akan berdampak positif. Apa pilihan yang lain? Sudah pasti lawannya, pesimis.

Jika aku memulai dengan pesimis, proses mencari pasti diiringi dengan senandung kesedihan dan gundah gulana. Jika sama-sama ketemu, pasti yang optimis tetap beruntung. Jika tidak ketemu, tetap saja tak ada ruginya untuk tetap optimis.

2. Tak perlu berandai-andai tentang masa lalu jika memang tak mau berencana untuk masa depan
Selama proses mencari dompet, sempat terlintas andaian-andaian yang menyesatkan. Aku berandai-andai, "Andai saja dompetnya ku taruh di tempat barang motor", "Andai saja tadi ku masukkan di tas kresek barang belanjaan dari mini market". Semua ini hanya hiburan semu yang sebenarnya di kenyataan tak sama sekali terjadi.

Memang yang lebih ok adalah merencanakan masa depan. Misalnya merencanakan membuat laporan kehilangan, memblokir rekening tabungan dan sejenisnya. Tapi kadang merencanakan masa depan itu sama tak enaknya dengan meratapi masa lalu, jika masa depan yang dirancang itu didasarkan pada persoalan yang kita alami. Yang perlu digarisbawahi adalah yang terakhir, jika didasarkan pada persoalan masa lalu. Paradox terjadi, ketikak kita berpikir untuk mengurus surat kehilangan, maka seketika itu juga kehilangan ada dalam bayangan. Ketika berpikir memblokir rekening bank, seketika teringat kartu ATM yang hilang.

Hal ini bukan berarti aku tak mengurus berbagai hal di masa depan itu. Aku tetap berencana segera mengurus berbagai dampaknya tersebut. Yang saya maksud di sini adalah pada tataran pemikiran. Memikirkan berbagai rencana sebagai konsekuensi kehilangan adalah yang terbaik. Hanya saja, tetap perlu diingat, jangan letakkan persoalan masa lalu sebagai dasar.

Karena paradox itulah maka aku biarkan sejenak berandai-andai dan aku segera luruskan apa yang aku pikirkan. Jika aku berandai-andai tentang menaruh dompet di tempat barang atau di tas kresek, aku meneruskannya menjadi berbagai kejadian yang mungkin tak lebih menguntungkan. Misalnya tas kresek saya terjatuh, atau motor terguncang sehingga dompet muntah dari tempat barang. Namanya hilang, pasti selalu punya cara untuk terjadi. Dengan pengembangan berpikir seperti ini, akhirnya berandai-andai terhenti dengan sendirinya.

3. Menerima apa yang terjadi sebagai bagian dari keseluruhan kejadian
Dalam hidup, banyak kejadian. Kehilangan dompet adalah salah satu dari banyak kejadian yang ada dan mungkin ada. Karena sebagai bagian dari kejadian, maka pasti juga punya peran buat kejadian lainnya. Semua kejadian pasti terhubung. Karena semua kejadian terhubung, maka pasti punya makna buat kejadian yang lainnya.

Poin yang ketiga ini berarti memaknai kejadian sebagai sesuatu yang bermakna. Berbicara tentang makna, mungkin kesadaran kita tidak langsung dapat menyaksikannya dengan jelas. Mungkin saja kita cuma menebak-nebak makna apa sebenarnya yang sedang ditimbulkan oleh sebuah peristiwa. Tapi yang sudah pasti adalah bahwa kejadian itu punya makna. Kita hanya bisa mencari dan memperkirakan. Kita pasti akan menemukannya jika dari awal punya keyakinan bahwa pasti ada makna.

Bagian ini mungkin setara dengan kata-kata, "Jika ada pertemuan, maka ada juga perpisahan". Begitu juga yang terjadi dengan dompetku. Ini bagian dimana kita berusaha merasionalisasi kejadian.

4. Mengihlaskan apa yang sedang terjadi
Bagian ini yang tersulit. Tapi setidaknya kita bisa coba memahami keihlasan sebagai bagian dari ucapan terimakasih atas apa yang sudah kita miliki atau yang sedang dan telah terjadi. Karena itulah ini jadi bagian tersulit.

Aku belum sampai ke sini sepertinya. Meski demikian, aku tetap membiarkannya hadir, hingga berharap dengan sendirinya akan mencapai level ihlas ini. Jadi, ihlas sebagai penerimaan memang bukan untuk diusahakan, tetapi membiarkannya hadir dalam hati dan menjadikannya kebiasaan, sehingga jika terjadi sesuatu yang mengujinya, kita sudah terbiasa. Ini seperti proses belajar. Jika belajar jadi kebiasaan, bahkan jika sudah menjadi bagian dari kehidupan, maka jika suatu saat harus menghadapi ujian, maka akan lebih mudah dikerjakan.

Aku juga masih berusaha tetap mencarinya sampai sore hari. Terpikir satu kubangan air yang belum ku korek-korek. Siapa tahu dompetnya tenggelam di balik genangan yang keruh. Aku meluncur dan berbalik menuju comberan. Sendal dekil sudah ku siapkan sebagai senjata mengobrak-abrik kubangan. Apakah akan jadi happy ending? Tidak. Dompetnya tetap tak ketemu.

Aku sadar, sampai kapanpun, sepanjang rute jalan itu akan mengingatkanku pada dompetku. Ihlas memang bukan berarti melupakan, tetapi mampu menerima kejadian dengan hati yang damai.


Demikian cerita tentang duka dan hikmah yang ku peroleh dari kehilangan sekeping dompet yang sudah melekat di hati, termasuk surat-surat penting yang ada di dalamnya.

Kalau Kamu, adakah kisah duka yang menjadi bermakna?

Tidak ada komentar :

Posting Komentar