Minggu, 09 Oktober 2011

Fasilitasi Workshop Mendidik Melalui Cerita Seri Jakarta

Ada tiga bagian pokok dalam melatih diri mendidik menggunakan cerita, yaitu mengenali kekuatan diri, mengenali dan mengelola kekuatan bercerita serta mengenali dan mengelola kekuatan cerita. Setidaknya ini yang aku sampaikan ketika menjadi fasilitator Workshop Mendidik Melalui Cerita serial Jakarta.




Sebagai ciri khas, workshop aku buka dengan membawakan cerita berjudul Kaus Kaki Bolong, sebuah cerita tentang apresiasi diri. Diceritakan seekor lebah yang diolok-olok gara-gara kaus kakinya bolong. Apa yang dialami Libi, nama lebah tersebut, jadi lebih parak ketika di sekolah tersebut semua berkauskaki rapi, bersih dan berwarna-warni. Namanya saja Sekolah Semut Berkaus Kaki. Libi sekolah di situ karena ia adalah anak angkat dari sebuah keluarga semut.

Awal bertemu adalah saat saling mengenal. Kak @bukik, CEO Indonesia Bercerita mengenalkan Indonesia Bercerita kepada peserta. Ternyata Kak @bukik pun juga punya cerita, yaitu cerita sebagai latar belakang berdirinya Indonesia Bercerita. Cerita tentang anaknya yang bernama Damai yang gembar membaca cerita. Pengalaman itulah yang membuat Kak @bukik bersama aku, Bunda @maya_myworld, Kak @zulsdesign, Kak @imammmtq dan Kak @dwikrid mendirikan dan mengembangkan Indonesia Bercerita.

Aku teruskan workshop dengan membicarakan tentang kekuatan positif cerita. Aku menceritakan beberapa penelitian mengenai hal tersebut. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh McClelland menunjukkan bahwa cerita yang berkembang di sebuah negara akan menentukan bentuk negara tersebut 25 tahun yang akan datang. Ia mengumpulkan 1300 cerita dari berbagai negara dalam kurun waktu tahun 1925-1930. 

Juga ada penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa pasca sarjana Fakultas Psikologi Unair tentang efek bercerita terhadap kreativitas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian cerita dapat meningkatkan kreativitas. 

Sebuah penelitian di daerah pertambaangan di pedalaman Kalimantan juga menunjukkan hasil yang sama menariknya. Penanaman nilai perusahaan dalam diri karyawannya jauh lebih mudah ketika dilakukan dengan cara bercerita.

Melanjutkan sesi workshop. Sebagai pencerita, mengenali kekuatan diri sangat penting, yaitu untuk menentukan gaya bercerita dan menyatu dalam cerita. 

Aku membuat cara unik untuk mengenali kekuatan diri. Peserta aku minta menuliskan nama lengkapnya. Peserta mengidentifikasi tiga kata kunci yang mencerminakan namanya. Peserta membuat cerita dengan tiga kata tersebut. Dari cerita itu, peserta membuat nickname buat dirinya. Di bawah nama uniknya, peserta menuliskan ciri khasnya sebagai pencerita, “Saya adalah penceria yang ….”.

Setelah mengenali kekuatan diri, peserta  masuk kepada pengenalan kekuatan bercerita. Awalnya, mereka aku minta untuk mengambil tiga gambar yang terdiri dari gambar hewan, tumbuhan dan pemandangan alam. Secara bergiliran, peserta bercerita spontan menggunakan ketiga gambar tersebut di dalam kelompok. Semua anggota kelompok saling memberikan nilai dan masukan. Cara memberi nilai dengan menggunakan gambar senyum dan murung. Jumlah gambar akan menjadi jumlah nilai plus dan minus dalam rapor peserta. Rapor jadi pedoman memberikan masukan. Semua masukan anggota kelompok diformulasikan menjadi tips bercerita.

Selanjutnya aku jelaskan mengenai elemen bercerita. Ada tiga bagian pokok elemen bercerita, yaitu diri pencerita, bahasa verbal dan nonverbal. Dalam diri pencerita, yang perlu diperhatikan adalah antusiasme, fokus, nyata dan emosi. Mengenali bahasa, pencerita perlu memperhatikan bahasa verbal yang terdiri dari gaya, intonasi, kecepatan dan volume. Sementara bahasa nonverbal terdiri dari bahasa tubuh, ekspresi dan tatapan.

Sesi selanjutnya adalah tentang kekuatan cerita. Dengan cara pengkodean, aku pandu peserta untuk menemukan unit-unit bermakna dalam cerita. Kalimat-kalimat yang diambil dari dalam cerita ini digunakan untuk menemukan kekuatan cerita.

Selanjutnya disambung dengan elemen cerita, yaitu pesan, tokoh, setting, alur dan akhir cerita. Aku menjelaskan dengan menggunakan gambar. Gambar ini akan mempermudah peserta dalam sesi membuat cerita esok hari.

Hari kedua adalah sesi membuat cerita. Terdiri dari sesi membebaskan imajinasi dan menciptakan cerita, serta membuat cerita yang mendidik. Selain mendapatkan lembar bantu bercerita, peserta juga mendapatkan pengetahuan membuat cerita yang terdiri dari tiga bagian, membuat masalah, keterampilan dan hasil cerita.

Di dua sesi terakhir, peserta mendapatkan pengetahuan tentang pohon karakter dan digitalisasi serta unggah cerita di web Indonesia Bercerita. Pohon karakter adalah susunan karakter anak yang disusun secara untuh dalam bentuk gambar pohon. Analogi pohon dipilih karena pohon punya bagian-bagian dengan sifat-sifat yang mirip seperti bagian diri manusia, akar, batang, daun dan buah. Pada setiap bagian pohon ada kumpulan karakter yang harus dibangun mulai dari akar sebagai fondasi sampai dengan buah. Demikian penjelasan Kak @bukik yang memandu sesi ini.

Sesi terakhir adalah memandu peserta untuk mendigitalkan ceritanya. Peserta belajar mulai dari merekam, mengubah file sampai mengunggahnya di web Indonesia Bercerita.

Workshop Mendidik Melalui Cerita serial Jakarta diakhiri dengan pembagian sertifikat dan foto bersama.

Workshop Mendidik Melalui Cerita menanamkan kesan tersendiri pada masing-masing peserta. Berikut beberapa komentar yang diberikan peserta via twitter.
“@a_jabbar_: @IDcerita HEBAT WORKSHOP TADI !! CUMA SATU KATA, TAKJUB! *maaf capslock saking antusias :D”
“@nandokamilina: Terima Kasih untuk 2hari yg menyenangkan dan bermanfaat ya @IDcerita yeeay, guk guk!”
“@mineamaulani: Big thx for @IDcerita @rudicahyo @bukik, they made me confident to make a story, u should follow @IDceritaJKT and @IDcerita tweeps!!”
Mampu merespon dan menilai sebuah naskah cerita dengan lebih akurat dan konstruktif (M. Irwan Rouf).
Selain komentar, peserta juga menuliskan aplikasi hasil belajar yang akan mereka lakukan di kehidupan sehari-hari.
Dapat diterapkan di sekolah untuk murid-murid. Memacu diri sendiri untuk membuat cerita yang inspirastif buat anak-anak Indonesia (Dewi Maulani)
Untuk pembuatan cerpen yang akan datang (Taufiq Radityadji).
Ingin mengaplikasikannya langsung di sekolah tempat saya bekerja. Menyebarluaskan IDcerita ke teman-teman. Mau mencoba membuat cerita dan podcastnya (Nando).
Membuat anak menyukai cerita. Menjadikan bercerita asik dan menyenangkan (Dewi Syafitriani).
Membiasakan saling bercerita di rumah. Memasukkan sesi bercerita di sekolah (Cita).
Bercerita untuk anak sendiri, daerah binaan, anak-anak sekitar dan di play group (Noni Arkendita).
Ingin jadi penulis best seller, mulai menulis dan bercerita, serta mulai membuat podcast (James Yohan Tumiwa).


Kamu ingin @IDcerita datang ke kotamu? Berikan komentarmu di sini!



Ayo bikin komunitas pencerita di kotamu!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar