Minggu, 02 Oktober 2011

CERITA LEBIH PUNYA DAYA PENGUBAH DARIPADA MENGGURUI

Baru sempat menuliskannya hari ini. Dalam pesawat menuju Jakarta, sebenarnya tak sabar ingin segera menggoreskannya (pakai antigores). Inipun ditulis di Bandara Soekarno-Hatta ketika terpojok menunggu kedatangan pesawat yang delay.

Ceritanya, aku ketemu dengan teman baru di Juanda. Sebut saja Andik. Kami berdua adalah penumpang yang senasib, pintu gerbang ditutup lebih dini.


Bersama dengan beberapa orang yang juga terkena jerat perubahan yang tak biasa, kami mendatangi loket maskapai terserbut. Tak ada hasil membahagiakan. Kami harus rebook (istilah yang keren). Tapi ternyata jatuhnya jauh lebih mahal dari beli tiket baru. Jadinya harga semula ditambah cancelation (pembatalan). Lah, mending beli tiket baru dong.

Si Andik ini menghubungi bosnya, memberitahukan bahwa pesawatnya tak terkejar. Bukan soal waktu yang dia bingungkan, tapi soal biaya pembelian tiket.

Dia tanya di loket maskapai yang kami tumpangi, harga-harga tiket di setiap jam penerbangan. Mulai dari penerbangan sore itu, sampai malam hari, harganya semakin mahal saja. Hanya ada harga murah di pagi hari esoknya.

Sementara aku juga bingung dengan uang yang dikandung dompet. Tak sedikitpun mampu meraih harga tiket. Maklumlah, akhir bulan juga turut menyumbang kehebatan tragedi sore itu.

Ku hubungi rumah, meminta tolong @cantiknyacantik, ibunya Abe untuk mengais rupiah dan mengantarnya lewat ATM. Dari satu anjungan duit ke anjungan lainnya, belum sampai juga uang itu ke inbox tabungan.

Berusaha cari jalan lain. Aha! Aku menghubungi teman yang terbiasa menggunakan internet banking. Untungnya dia pengang segala gadget, mulai dari laptop, BB, tablet, kapsul, sampai obat kuat juga dia pengang (loh kok?). Berhasil dengan mudah, tanpa panjang lebar merayunya. Sejumlah uang ditransfer dengan seketika.

Beberapa menit kemudian, duit dari ibuna Abe datang juga.
Sementara Andik memutuskan untuk mengambil tiket paginya karena jauh lebih murah, seperempat harga yang harus ku bayar. Tapi, dia punya niat untuk tetap bilang ke bos akan berangkat hari itu. karenanya, dia mendapat uang transport ganti dengan harga yang wah.

Sebenarnya Andik juga menyarankan aku untuk melakukan hal yang sama. Dia sudah tahu apa tujuanku ke Jakarta, sehingga dia menawarkan berbagai strategi untuk mendapat keuntungan yang sama. Berkali-kali dia memintaku untuk melakukan itu.

Pada saat sedang ngobrol dengan Andik, pesan-pesan dari ibunda Abe bertubi-tubi datang. Salah satunya berbunyi, “Lakukan apapun. Soal duit bisa diatur, yang penting jangan meninggalkan kewajiban”. Andik mengetahui sms ini. Aku share ke dia hanya karena ingin menunjukkan bahwa aku harus berangkat hari itu.

Karena nego dengan bos berhasil, Andik diberi uang sejumlah yang dia minta. Minta tolonglah dia untuk meminjam nomor rekening anjungan tempat uang mampir dan pergi tiap bulan. Ku kasih, dan di-sms lah si bos.

Kata Andik, si bos pelitnya sejagat tak tertandingi. Karena itu, uangpun tak mulus segera diberi. Setengah jam pasca permintaan, baru ada laporan di sms, ada uang sejumlah yang dimaksud masuk rekeningku.

Ada telpon lagi buat Andik, bosnya. Si bos mengingatkan bahwa ia bisa ngecek penumpang dari penerbangan hari itu. Sampai sejauh ini tidak terjadi apa-apa, kecuali bersiap mengambil duit buat Andik.

Setelah mengurus check in, ku ambilkan uangnya. Dia menunggu. Pengambilan berhasil dengan baik, meski tetap pakai ATM bersama, karena ATM bank inangku sedang macet.

Aku kasih jumlah melebihi yang ditransfer. Tentu saja tetap kembali 10 ribu. Dia mau ngasih aku 50 ribu. Ku tolak pemberian itu. Hakku tetap 10 ribu. Dia mengangguk dan mencarikan uang di saku. Syukurlah uangnya ada.

Ternyata beberapa hal direnungkan oleh Andik. Ekspresi wajahnya tak tenang lagi, mendung menyelimuti (cieee). Ditelpon bos yang katanya bisa ngecek penerbangan, sms ibunda Abe dan penolakanku atas uang yang ia beri, semua jadi bahan refleksi.

Di depan mini market, kita berlesehan ria. Ini karena di situ ada sesuatu yang ku cari, colokan listrik. Mulailah sesi curhat yang mengharu biru memburu telingaku.

Cerita tentang betapa sulit pekerjaannya dengan bos serta manajmen yang super ketat mengenai penggunaan uang. Juga tentang tipuan-tipuan bosnya yang menjadikannya bamper untuk klien-klien yang teringkari. Selain itu, dia juga menjadi ujung tombak para karyawan yang uangnya ditahan oleh bos. Ketidakberhasilannya mengais uang untuk keluarga nyaris berbuah permintaan pisah dari sang istri.
Aku hanya bisa mendengar bersimpati. Tapi dari sejelentreh ceritanya itu, ujungnya sampai pada status uang yang ia peroleh dari bosnya. Dia tanya, bagamana pendapatku tentang uang itu.

Aku bukan kiyai atau orang yang pandai menggurui. Aku bicara saja hal yang sedang nyata tentang uang itu. Aku mengarang cerita, bahwa aku pernah mengalami itu.

Ceritanya begini, perusahaan tempatku bekerja terlanjur mentransfer sejumlah uang, sudah terlanjur ditanganku. Aku menunggu waktu sampai ada kejelasan apakah ada persoalan di perusahaan yang jadi buntut uang itu. Aku berpikir waktu itu, jika tidak ada persoalan yang muncul dari uang itu, aku akan simpan saja sejenak sambil mencari cara yang elegan untuk mengembalikannya. Sekaligus belajar untuk jujur atas semua yang sudah terjadi. Tapi jika ada persoalan, maka ku kembalikan uang sejumlah yang ditransfer dikurangi jumlah yang digunakan untuk membeli tiket yang sesungguhnya.

Waktu itu ternyata tidak terjadi apa-apa. Sengaja ku pilih kondisi teraman, karena buat aku, kondisi ini mengandung pembelajaran yang lebih dalam. Di waktu yang sudah ku tunggu, ku kembalikan uang itu dalam amplop dan ku ceritakan apa yang terjadi sekaligus permintaan maaf lewat sebuah surat. Aku meletakkan di meja bos. Dalam surat itu juga aku mengajak bos untuk janjian, ngobrol-ngobrol berdua. Kami bertemua dan bisa bicara dari hati ke hati. Bos bisa memaklumi dan yang itu tak jadi diminta oleh si bos.

Yang terjadi berikutnya membuatku terharu. Andik mengatakan, “Apapun yang terjadi, aku akan kembalikan uang ini”.

Demikian pengalamanku di Bandara Internasional Juanda Surabaya bersama kawan baru. Mudah-mudahan cerita ini bermanfaat.


Ditulis di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta

Tidak ada komentar :

Posting Komentar