Kamis, 19 April 2012

Cerita Drokosia di Kehidupan Kita

Ini bukan cerita tentang Hanoman atau Wayang Ramayana. Juga bukan kisah Ngalengka atau penculikan Dewi Shinta. Ini soal Drokosia, seorang pemantau kehidupan manusia yang kesaktiannya berbeda-beda, kemauannya bertugas juga berbeda-beda. Dimulailah petualangan di bumi.

Sumber Gambar: berita17.com


Setiap tahun, tugas menjadi Drokosia selalu berganti dari Linuba yang satu ke Linuba berikutnya. Linuba adalah mahluk yang dianggap lebih sakti dan mereka adalah para calon Drokosia.

Drokosia itu tidak hanya satu. Ada banyak Linuba yang ditugaskan di beberapa wilayah bumi.

Ini adalah waktunya menurunkan seorang Drokosia ke bumi. Mahluk di bumi sedang diuji setelah tiga tahun ngangsu ilmu.

Ada yang unik dalam ujian ini. Yang berbeda adalah apa yang diujikan. Apa bedanya? Maksunya, apa yang diujikan tidak selalu berhubungan dengan apa yang telah dipelajari selama 3 tahun. Lebih aneh lagi, yang diujikan ini tidak selalu berhubungan dengan kehidupan manusia.

Tersebutlah Miyoko, seorang Linuba yang diutus menjadi Drokosia. Ia ditugaskan di sebuah wilayah yang bernama Mah Lupia. Di tahun sebelumnya, tiap wilayah hanya dipantau oleh satu Drokosia. Tapi kali ini Miyoko bertemu dengan Drokosia dari wilayah Mum Sittah yang sekarang digabung dengan wilayahnya.

Glemmah adalah nama Drokosia yang bertemuu dengan Miyoko. Glemmah ini punya status Dorka di kahyangan. Dorka itu salah satu profesi yang bergengsi di kahyangan, semisal dokter, polisi, atau tentara.

Kebetulan, di Mum Sittah, manusia begitu mengagungkan pekerjaan dokter, termasuk anak-anak kembarnya, misalnya mantri atau bidan. Kesamaan atau sinkronisasi antara Dorka dengan dokter membuat Glemmah sangat dihormati, disegani, dianggap serba tahu.

Berbeda dengan Miyoko yang hanya diagungkan di kahyangan. Ia masuk golongan Psia Lipia, sebuah profesi yang juga bergengsi di dunia para dewa. Namun demikian, di Mah Lupia maupun Mum Sittah, Psia Lipia tidak punya sinkronisasi dengan mata pencaharian tertentu. Akibatnya, cara orang menghormati Miyoko berbeda dengan perlakuan yang diterima oleh Glemmah.

Ditambah lagi, Miyoko adalah Drokosia yang lebih banyak diam. Ia lebih suka mengamati dan mendengarkan suara-suara manusia, menyimak keluhan dan kebahagiaan mereka. Berbeda dengan Glemmah yang suka sekali bicara. Orang jadi semakin mengakui kehebatan Glemmah. Ia semakin diagungkan.

Setiap hari Miyoko menunaikan tugasnya sebagai pengamat. Karena itulah ia juga jarang sekali bicara, selain melakukan pengamatan. Ia juga lebih suka berkeliling bumi untuk mengamati orang-orang, baik di Mah Lupia maupun Mum Sittah.

Glemmah lebih suka berdiam di satu tempat yang menurutnya nyaman. Ia berkumpul dengan para pejabat bumi. Ia banyak bicara dan didengarkan oleh pejabat bumi. Karena sering bicara, maka ia juga makin dekat dengan pejabat bumi.

Kedekatan Glemmah membuat ia semakin dituruti. Begitupun dengan tutur kata dan cara dia bicara, sudah semakin berani, meminta dan memerintah.

Hari ini adalah ujung tahun, dimana para Drokosia akan seger ditarik ke angkasa. Di ujung tahun ini sudah banyak catatan yang telah dikumpulkan oleh Miyoko, tentang kebahagiaan dan keluh kesah manusia. Sementara itu Glemmah tidak punya catatan apapun.

Terjadilah kekacauan di bumi yang membuag Miyoko merasa harus turun tangan. Banyak terjadi kemunkaran, perbuatan tercela di bumi. Karena itu terjadi di Mah Lupia, maka Glemmah tidak merasa itu kepentingannya. Namun ketika terjadi kekacauan dahsyat di Mum Sittah, Glemmah sedikit terusik.

Hanya saja, reaksi Glemmah di luar dugaan Miyoko. “Ah, kerusakan itu alamiah. Biarkan saja itu terjadi. Asalkan kerusakan itu untuk kebaikan mereka, maka biarlah!”, demikian kata Glemmah.

Miyoko tidak sependapat. Menurut Miyoko, yang disebut kebaikan dengan kebaikan oleh Glemmah itu hanya bersifat sementara. Manusia hidup panjang, termasuk di alam nanti. Sebelum ke alam berikutnya pun, manusia harus mendidik anak cucunya. Jika kerusakan pada diri manusia dibiarkan, maka kerusakan itu juga akan diwariskan. Manusia akan rusak lahir batin, jasmani rohani.

Perdebatan hebat terjadi antara Glemmah dan Miyoko. Glemmah mendapat dukungan dari para pejabat. Manusiapun turut membenarkan Glemmah, karena mereka memandang kebaikan seperti cara Glemmah melihatnya, yang menurut Miyoko hanya kebaikan sementara.

Pertarungan terjadi dengan sengit. Miyoko bertarung sendirian dikeroyok Glemmah dengan gerobolan pejabat dan para manusia. Pertarungan ini terus berlangsung hingga Kalajiba ditiup, tanda bahwa waktu tugas Drokosia telah usai.

Miyoko dan Glemmah melayang ke angkasa. Orang-orang yang menyaksikan peristiwa tersebut, melambai-lambai kepada Glemmah. Mereka merasa kehilangan Glemmah. Bagaimana dengan Miyoko? Manusia menatapnya dengan sinis. Kehadirannya seolah tak pernah diharapkan, dan manusia tak ingin ia datang lagi, selamanya.

Untuk memperingati kepergian Glemmah, manusia berbuat apapun yang mendatangkan kesenangan, meskipun menurut Miyoko itu hanya kesenangan sementara. Apa bentuk perilakunya? Korupsi, mulai dari korupsi waktu sampai korupsi yang miliaran rupiah terjadi di mana-mana. Penyuapan dan nepotisme yang menguntungkan sebagian kecil orang dan menginjak banyak orang juga berlomba-lomba dilakukan. Kecurangan dan ketidakjujuran dalam ujian sekolah, promosi di tempat kerja dan untuk mendapatkan pangkat serta penghasilan yang besar tentunya, makin merajalela.

Karena tiap orang berusaha mendapatkan kesenangan (sementara)nya dengan berbagai cara, selalu ada yang beruntung dan dirugikan. Mereka yang dirugikan protes, turun ke jalan dan melakukan kerusuhan. Kelompok kecil melanggar aturan, bergerombol, mengendarai motor dan menganiaya orang.

Yang beruntung, berjuang mencari pembenaran, sedangkan yang tidak diuntungan juga melawan dengan pembenarannya sendiri. Perang terjadi antar yang di atas, bawah dengan atas, atau sesama yang di bawah.


Demikian kisah Miyoko dan Glemmah. Apakah kita hidup di jaman yang diwariskan oleh cerita ini?

2 komentar :