Berbisnis itu melakukan kesenangan. Jika dari kesenangan itu
mendapatkan penghasilan, maka itu hanya konsekuensi. Selanjuntunya uang itu
digunakan untuk berbisnis kembali dan untuk dibagi-bagi, kaerna harta tidak
dibawa mati.
Sumber Gambar: rudicahyo's instacanv.as gallery |
Hari ke delapan berlibur di masa lebaran. Berlibur di dua
tempat dengan nuansa yang berbeda. Ke Bali dengan suasana kerja. Bahkan di
malam takbir pun kita tetap bekerja. Sementara tempat kedua, Lumajang, memiliki
nuansa bertetangga dan bersilaturahmi. Selama dua nuansa liburan tersebut,
ternyata ada cerita yang ada di keduanya, yaitu tentang profil seorang
pengusaha.
Adalah Haji Bambang yang menjadi bahan pembicaraan di
sana-sini. Beliau ini adalah seorang pengusaha dari Desa Pulo, Kecamatan
Tempeh, Kabupaten Lumajang. Memulai usahanya dari nol di Kota Negara, Kabupaten
Jembrana, Bali.
Ceritanya, ketika berada di Bali, beberapa kali nama Haji
Bambang di singgung. Aku tetap biasa saja, karena aku sudah tahu orangnya dan
sudah familiar ceritanya. Apalagi orang satu ini adalah teman bapak sejak
kecil. Kehidupannya juga tidak jauh beda dengan bapak, yaitu diawali dari rahim
orang yang tak berada.
Aku sendiri tidak pernah intens ngobrol dengan orangnya.
Tapi cerita dari beberapa mulut cukup menarik untuk dijadikan referensi tulisan
ini. Jangan harap juga akan ada nama facebook atau twitter di sini. Juga tidak
akan ada nama usaha yang digelutinya di dunia maya. Tak ada website, tak ada
media sosial. Pendidikan saja mungkin cuma SD atau SMP.
Entah, untuk usaha yang diwariskan buat anak-anaknya, mungkin
saja sudah menggunakan digital marketing. Tapi kalau aku amati, ini adalah
usaha dagang dengan sistem tradisional yang rapi, jual beli perhiasan emas.
Kenapa kok tertarik mengangkat profil orang ini untuk
ditampilkan di rudicahyo.com? Bukan karena primordialisme karena berasal dari
daerah yang sama dan merantau ke pulau yang sama, tetapi semua ini lebih karena
kebetulan. Ada tiga bagian cerita yang secara kebetulan menyinggung tentang
Haji Bambang ini.
Di liburan lebaran kemarin, nama Haji Bambang mulai di sebut
ketika perjalanan mudik di tempat kedua, yaitu Lumajang. Pada waktu mobil
meluncur dari kota kecil tercinta, Negara Bali, kami melewati sebuah restoran
yang beru berdiri. Restoran ini belum difungsikan, tetapi masih dalam tahap
penyelesaian bangunan dan segala perlengkapannya. Nah, restoran ini milik Haji
Bambang.
Aku pikir ia mulai sebuah usaha baru dari usahanya yang
lama, jual beli emas. Ternyata ini adalah restoran ketiga. Restoran pertama
telah berdiri dan menuai sukses luar biasa. Karena didirikan di pinggir jalan,
maka restorannya menjadi tempat transit kendaraan umum seperti bus dan travel.
Lagi-lagi aku berusaha memaklumi. Karena uang segitu banyak mau diapakan lagi
kalau tidak dibuat untuk permainan-permainan yang menghasilkan uang kembali.
Dan permainan ini disebut bisnis.
Aku kiracerita selesai sampai di sini soal orang yang satu
ini. Iya, ceria-cerita yang berujung pada pemakluman karena hartanya memang
berlimpah. Ternyata cerita yang lainnya hadir. Ketika bersilaturahmu di rumah
sepupu.
Sepupuku bercerita tentang kesenangannya bersepeda. Saat
sedang asik mengayuh sepedanya dengan segerombolan teman, ada yang bergabung
dan mengajak bersepeda jarak jauh. Asik bersepeda, obrolan dengan sepupuku ini
berlangsung makin hangat. Sepupuku juga kagum dengan kekuatan orang yang baru
saja bergabung ini dalam mengayuh sepedanya.
Karena berawal dari kesenangan bersepeda, maka obrolannya
pun seputar sepeda. Menurut sepupuku, wajar saja orang ini suka bersepeda dan
kuat melakukannya dengan jarak yang sangat jauh. Sepeda yang sedang
dikendarainya seharga 25 juta. Bahkan ketika bercerita tentang sparepart-nya,
soft breaker-nya saja seharga 6 juta. Sungguh luar biasa.
Obrolan dilanjutkan tentang pekerjaan dan tempat tinggalnya.
Orang yang luar biasa ini bilag kalau bekerja di Negara, Bali. Dan sudah punya
rumah di pulau dewata tersebut. Sepupuku bilang bahwa ia juga punya keluarga
yang bekerja di Bali, yaitu bapakku. Kontan saja orang yang dia ajak ngobrol
ini, yang tak lain adalah Haji Bambang, mengatakan bahwa bapakku adalah teman
akrabnya. Dengan senang hati Haji Bambang mempersilahkan sepupuku mampir jika
ada di Bali.
Bapak yang waktu itu sedang nimbrung juga cerita tentang
gaya Haji Bambang yang memang suka bergaul dengan anak muda. Tidak membatasi
diri seperti teman-teman seprofesinya. Kata bapak, keterbukaannya bergaul itu
membuat ia disenangi dan bisnisnya berjalan dengan lebih mudah. Teman-teman
satu angkatannya memang berbisnis, tetapi sepertinya berjalan sangat alot,
lebih stag.
Ketika sedang makan di sebuah tempat, kemudian ada yang ikut
makan bersamanya, jika ada yang satu saja yang ngobrol dengannya, maka
teman-teman yang bersama orang yang diajak ngobrol tersebut akan ditraktir
semuanya. Tak jarang Haji Bambang ini menghentikan tukang jual bubur. Seorang
tukang bubur yang sudah ia kenal. Memang tujuannya untuk membantunya juga.
Sekali menghentikan, bisa 30 – 40 mangkok habis di tempat. Ini karena karyawan
toko Haji Bambang ini sejumlah tersebut.
Masih menurut bapak, Haji Bambang punya prinsip bahwa harta
tidak dibawa mati. Karena itu ia gunakan harta itu untuk kesenangannya, yaitu
berbisnis dan berbagi. Buat Haji Bambang, bisnis adalah permainan yang harus ia
beli dengan apa yang ia miliki. Ia hanya bersenang-senang dalam permainan itu. Masalah
kemudian permainan itu menghasilkan uang lagi, itu cuma konsekuensi. Ia hanya
menjalankan kesenangannya. Hasilnya ia gunakan untuk membeli kesenangan yang
baru dan untuk dibagi-bagi kepada yang lain.
Itu tadi cerita kedua tentang Haji Bambang. Cerita yang
ketiga ini juga terjadi karena kebetulan. Ketika aku dan bapak akan pijit di
tukang pijit langganan. Ada seseorang yang bernama Cipto yang juga mengantri.
Cipto ini ternyata juga kenal sama bapak. Karena Pak Cipto ini terbiasa main ke
tukang pijit itu, maka ia rela dipijit belakangan. Aku dapat giliran pertama,
kemudian bapak.
Nah, saat giliran bapak yang pijit, sambil menunggu aku
dapat cerita lagi dari Pak Cipto. Orang ini selalu menyebut tokoh yang ia
ceritakan dengan sebutan Kaji. Aku pikir haji itu banyak dan tidak didominasi
oleh satu orang saja. Aku baru sadar kalau yang disebut dengan Kaji adalah
orang yang punya restoran di daerah Banyu Biru, Bali, yaitu Haji Bambang. Iya,
orang yang sama dengan cerita-cerita sebelumnya. Pak Cipto ini yang sedang
menanganani penyelesaian restoran baru Haji Bambang.
Ceritanya memang tidak jauh dari kekaguman orang atas
kekayaan Haji Bambang. Lagi-lagi aku memakluminya. Namun yang membuat aku lebih
kagum adalah bagian awal dari kehidupan Haji Bambang.
Karena rasa kagum dan bangganya Pak Cipto telah menjadi
sahabat akrab Haji Bambang, maka ia juga cerita tentang peran dirinya
mengantarkan Haji Bambang merantau ke Bali. Pada tahun 80an memang lagi
ngetrend orang orang dari Jawa, terutama Lumajang untuk mengadu peruntungan di
Bali. Coba saja sekarang kalau ada penjual atau toko emas di sepanjang Bali,
tanyakan darimana asal mereka. Kebanyakan akan mengatakan dari Lumajang.
Apa tujuan Bambang datang ke Bali? Kalau langsung ditanyakan
kepadanya pada waktu itu, pasti ia cuma jawab ‘entahlah’ atau menggelengkan
kepala. Ia tidak punya motivasi apapun selain lari dari persoalan
ekonomi yang membelitnya. Iya, ia adalah orang miskin yang semiskin-miskinnya.
Datang pertama kali di Bali saja ia cuma bisa tidur di lapangan. Seorang polisi
yang membangunkannya mengira ia penduduk setempat. Ketika diajak ngomong Bahasa
Bali, tentu saja ia tidak bisa. Beruntungnya, polisi ini berasal dari Jogja.
Karena sama-sama dari Jawa dan bisa berbahasa Jawa, maka Bambang mendapatkan kebaikan
hatinya. Ia ditumpangi mandi dan dikasih makan ala kadarnya.
Aku tidak banyak mendapatkan cerita tentang Haji Bambang
selanjutnya setelah datang di Bali. Mungkin saja ceritanya mirip Haji Ribut,
yang juga dari Lumajang, yang dulunya hanya berdagang perhiasan imitasi dengan
menggelar karung plastik di pasar. Haji Ribut ini sekarnag juga kadi
konglomerat di Bali.
Tanpa cerita yang memerantarainya, aku dapat cerita
singkatnya sehubungan dengan Bambang pernah tidur di sebuah lapangan saat
pertama kali datang di Bali. Apa cerita menarikanya? Kini lapangan tempat ia
tidur itu telah ia beli. Di atas tanah yang luas itu ia dirikan rumahnya yang
lima lantai plus playing center di atapnya. Katanya ada studio musik segala. Entah
apa yang ia pikirkan pada saat tidur di lapangan itu, hingga sekarang ia bisa
mengangkanginya seperti raja.
Ternyata ada cerita sentimentil juga tentang pengusaha kaya
satu ini. Menurut Pak Cipto, ketika ia habis ikut Haji Bambang berkeliling
memeriksa toko-toko emasnya, ia mengantarkan Kaji pulang ke rumah istri
mudanya.
Oh iya, Haji Bambang ini punya dua istri. Yang membuat Pak
Ciptko kagum, ketika suatu saat ia pernah berkunjung ke salah satu toko
emasnya, kedua istirnya ada di situ. Mereka berdua bisa kompak dan rukun. Bisa
berbicara dengan bahasa dan gaya seperti teman. Masih menurut Pak Cipto, bahkan
anak dari istri mudanya juga kerasan dan sering berada di rumah istri tua. Dari
bagian cerita yang ini, Pak Cipto berkata, “Adil itu berpangkal dari urusan
perut. Jika kebutuhan semua istri tercukupi, apalagi jika berlebih, maka
keduanya bisa bersahabat dan saling menyayangi”. Ada benarnya juga. Ada ambang
batas dimana kasih sayang itu dibangun diatas fondasi perut yang serba
berkecukupan.
Kembali ke cerita istri muda. Ketika akan pulang ke rumah
istri muda, ternyata Haji Bambang tidak langsung berbelok ke rumahnya. Ia lurus
saja melajukan mobilnya menuju pantai. Lama ia pandangi lautan. Dalam suasana
hening, ia berkata kepada Pak Cipto, “Aku iki dadi nggolek gawean (aku ini jadi
nyari kerjaan (baca: perkara). Ngenen iki aku kepingin ngasoh, lha bojo nom
nagih jatahe (gini ini aku ingin istirahat, tapi istri muda menagih jatanya).
Sakjane aku ndak gelem. Lha tapi bojo nom ngomong, aku iki sedinoan ngenteni
sampean. Mosok arepe karo wong liyo (Lha tapi istri muda bilang, aku ini
seharian menanti kamu. Masak mau melakukannya sama orang lain). Yo masio kesel
akhire tandang ae (ya meskipun capek, akhirnya ya dilakukan juga)”. Ternyata
ada bagian sentimentilnya juga hehe.
Demikian cerita tentang profil Haji Bambang yang belakangan
ini sering jadi buah bibir yang mengbiasi telingaku. Awalnya bersusaha mencari
bagian yang bisa dibahas atau dikupas lebih dalam. Tapi menyajikan cerita ini
saja sudah menarik buatku. Mudah-mudahan tetap ada hikmah yang bisa diambil.
Apa kesan Kamu
setelah membaca kisah ini?
cerita yang hebat, banyak quote di dalamnya :D
BalasHapusjadi pengen liat Haji Bambang deh. Haha
nice post, thankyou~ :)
Ayo nonton haji Bambang. Mumpung tak dipungut biaya hehehehe
BalasHapus