Jumat, 16 September 2011

4 Langkah Sederhana Menulis Cerita

Tiba-tiba saja waktu yang tak pernah dikira datangnya, menghampiri, menyapa. Ini sudah tanggal 13 September saja (saat itu). Dua hari lagi adalah saat terakhir harus mengirim tulisan ke @FeminaMegazine. Tak sedikitpun ide yang berpihak pada waktu, tak mendukung keterdesakanku.

Selasa waktu itu adalah hari dimana seharusnya, sebagai pekerja yang baik, pergi ke kantor, duduk manis, dikerumuni berkas, sampai datang waktu mengusir pulang. Tapi tidak kulakukan sebelum bertemu dengan kawan lama yang datang dan pergi, #inspirasi.

Hampir setengah hari ku berputar, mondar mandir tak karuan. Laptop sudah ku hidupkan, tapi hanya lini masa (twitter) yang jadi rujukan. Jari tetap menari, tapi tak sedikitpun tahu apa yang akan ditulis.

Tak puas hanya membuka twitter, ku buka halaman facebook, meski kecepatan juga semakin mendukung untuk melambatnya pikiran. Belum juga ku dapatkan ide untuk menulis. Aku tambah saja dengam membuka yahoo messenger. Dari YM-lah semuanya mulai berubah.

Yahoo messenger atau YM ku pelototi. Memang tidak ada tulisan apapun yang secara isi, langsung memberi #inspirasi. Hampir menyerah, hinga pandangan ke YM pun tak ada arti, tak ada energi. Aku hanya melihat board, daftar teman dengan berbagai kategori, fitur-fitur yang terdiri dari chatting (pastinya), conference, emoticon dan kawan-kawannya.

Jari menjentik dan lahirlah sebuah cerita. Lah kok bisa? Terjadi perkawinan ide YM dengan berbagai fiturnya. Aku membayangkan jika ada orang yang chatting sampai sulit membedakan yang virtual dan dunia nyata. Pasti menarik menjadi cerita.

Aku pilih sebuah titik kejadian, yaitu pertemuan antar chatter. Kenapa kejadian ini yang dipilih? Karena idenya memang dari kesulitan membedakan online dan offline. Karena itulah, jika dua orang chatter ketemu, saat itulah persoalan dimulai. Pernah chatting kan? Nah, bagaimana jika melakukan kopi darat dan ternyata kopinya tak semanis yang kita kira?

Karena bagian pertemuan yang aku ingat, maka lead cerita (prolog), aku buat bagian yang mengantar pada pertemuan.

“Ok, kita ketemu”
Begitu bunyi terakhir pesannya di yahoo messanger. Iya, besok adalah hari yang kami nanti-nantikan, aku dan Niken akan berjumpa untuk kali pertama setelah tiga tahun kontak di dunia maya.

Sebenarnya sempat ragu dengan lead ini. Karena dengan prolog ini, jadinya kurang kuat dalam mengantarkan pada pertemuan itu. Agar pertemuan itu layak dijadikan konflik atau inti cerita, maka sebelumnya harus ada yang memperkuat untuk mengantarkan ke sana. Plot atau alur cerita lah yang jadi permainannya.

Setelah prolog, ku lemparkan cerita kembali ke masa awal bertemu, di dunia maya tentunya. Mulai dari awal kenal sampai pada percintaan di dunia maya dibangun semakin kuat dan semakin kuat. Perubahan status secara implicit dan eksplisit juga dibangun dengan ekstrim. Mulai dari sekedar kenal, jadi teman, semakin dekat, jadian, sampai terjadi pernikahan.

Saat ketemu adalah waktu dimana keakraban jadi persoalan. Ada keraguan pada benak tokoh “aku”. Sementara si perempuan yang bernama Niken tetap kekeh dengan status istri virtual yang disandangnya.
Pertengkaran terjadi dan kecelakaan berlanjut melengkapi. Niken tertabrak dan dilarikan ke ICU. Wajah layu Niken membuat tokoh “aku” luluh, meski dengan susah payah memberikan pengertian lebih dulu pada Niken. Keputusan adalah dengan akan melamar Niken. Tapi maut menjemput saat kebahagiaan menyelimuti hati Niken.

Ini sebuah cerita sederhana yang kuat pada dramatisasi. Kekuatan rahasianya adalah pada efek chatting yang membuat orang tidak hanya ketagihan, tapi juga semakin membuat lupa bahwa itu bukan kenyataan. Sebuah kepura-puraan yang akhirnya harus ditanggung akibatnya.

Dari cerita tersebut paling tidak ada beberapa hal yang bisa kita pelajari untuk membuat cerita.

1.     Temukan idenya
Namanya juga menemukan, ya tak perlulah harus mendapatkan barang yang luar biasa. Emang iya kan? Namanya juga barang temuan, maka kumpulkan saja. Tampung saja ide yang melintas. Catat ide itu. Jika belum bisa mengembangkannya, maka tetap terbukalah untuk ide-ide yang lainnya.
2.     Kembangkan idenya
Jika sudah memilih ide dari sekian ribu ide yang kita punya (lebay deh), pilih salah satu saja. Kembangkan ide itu kemudian. Cara lebih mudah dalam mengembangkan, bisa dengan mengawinkan dengan ide-ide yang lainnya. Namun jika tidak ada jodoh denan ide-ide lain, maka jangan dipaksakan untuk adanya perkawinan. Nanti bisa sakit hati kan? (ini ngomong apa tho?). Masukkan ide itu dalam sebuah peristiwa. Tambahkan peristiwa lain, jika itu dibutuhkan untuk melakukan dramatisasi.
3.     Lakukan dramatisasi
Dramatisasi  berguna untuk memperkuat persoalan, memperuncing konflik dalam cerita. Dramatisasi bisa diberikan pada peristiwa atau pada suasana emosional tokoh cerita. Misalnya, fakta bahwa dirinya akan dinikahkan, sedangkan ia terikat janji mati dengan orang yang tiba-tiba dibenci. Luar biasa bukan?
4.     Berikan penyelesaian
Bicara tentang penyelesaian, bukan berarti harus ngomong soal ‘happily ever after’. Cerita tidak harus berakhir bahagia. Cerita juga tidak harus menginspirasi atau langsung menghasilkan hikmah. Semua itu hanya muncul sebagai efek cerita. Biarkan pembaca memaknai. Tidak harus dari akhir cerita kan? Pembaca bisa memaknai perjalanan tokoh, kejadian atau bahkan dari pengalaman membaca cerita itu sendiri. Karena itulah cerita yang menggantung pun punya kekuatan untuk melahirkan hikmah buat pembacanya.
Meski tidak detil secara teknis, paling tidak penalaman yang ku bagi ini bisa jadi #inspirasi untuk melahirkan tulisan. Bisa jadi bahan refleksi, betapa sederhananya membuat ceria. Yang penting buat dulu. Singkirkan kendala “cerita seharusnya…”. Lebih mantapnya, boleh baca "Manajemen Ge-Er dalam Menulis".

Demikian. Mudah-mudahan bermanfaat.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar