Rabu, 29 Januari 2014

Apakah Kemampuan Tersulit dalam Fasilitasi Proses Belajar?

Fasilitator adalah pemegang peran utama dalam fasilitasi proses belajar. Seorang silitator harus menguasai 3 kemampuan utama dalam fasilitasi, yaitu mendengar, bertanya dan menjelaskan. Apakah kemampuan yang tersulit dalam fasitasi proses belajar?

Dalam beberapa pertemuan yang memfasilitasi para fasilitator, baik fasilitator di sekolah maupuan di dunia kerja, aku sering berbicara tentang kemampuan dalam fasilitasi. Tiga kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh seorang fasilitator adalah mendengar, bertanya, dan menjelaskan.

Aku selalu menanyakan terlebih dahulu, kemampuan mana yang paling sulit dari ketiga kemampuan dasar fasilitasi tersebut. Ternyata, kebanyakan dari peserta menjawab, menjelaskan adalah kemampuan yang tersulit.

Aku bertanya kepada mereka, kenapa menjelaskan menjadi kemampuan yang tersulit. Aku minta mereka menjelaskan. Beberapa orang unjuk jari dan menjelaskan dengan panjang lebar. Aku tanya peserta yang lain, apakah mereka memahami penjelasan dari temannya. Ternyata semua dapat memahaminya. Untuk memastikan, aku tanya lagi, apakah mereka sudah benar-benar paham, kenapa menjelaskan menjadi kemampuan yang tersulit. Dan mereka bilang dengan yakin bahwa mereka memahami.

Aku tanya kepada peserta, jika mereka dapat dengan mudah memahami penjelasan temannya, lalu apa artinya. Semua terdiam sejenak. Beberapa ada yang manggut-manggut, sepertinya ada yang sudah mulai dimengerti. Akhirnya ada seseorang yang angkat bicara, "Saya mengerti maksudnya. Jika orang yang merasa sulit saja bisa dengan mudah menjelaskan, berarti menjelaskan itu mudah, bukan yang tersulit". Nah!

Benar apa yang dikatakan oleh salah seorang peserta tersebut. Jika yang angkat tangan (merasa bahwa menjelaskan itu sulit) saja bisa menjelaskan, berarti menjelaskan itu mudah, bukan kemampuan yang tersulit. Lalu apa kemampuan yang tersulit? Tentu saja pilihannya tinggal dua, kalau tidak mendengarkan ya bertanya.

Sepertinya urutan kesulitan dalam tiga kemampuan fasilitasi adalah menjelaskan, bertanya, dan terakhir mendengarkan. Selalu orang menyangka seperti itu. Di kebanyakan workshop yang aku fasilitasi juga menyangka seperti itu. Padahal, itu adalah urutan yang terbalik. Tingkat kesulitan kemampuan fasilitasi proses belajar adalah mendengarkan, bertanya, dan terakhir menjelaskan.

Mendengarkan adalah pintu gerbang pertama informasi diserap. Sebenarnya, kemampuan mendengarkan ini bisa dibagi menjadi dua, yaitu mendengarkan (hearing) dan menyimak (listening). Hearing adalah menangkap signal bunyi dan kita paham bahwa ada bunyi dengan maksud tertentu yang masuk ke telinga kita. Sedangkan listening adalah menangkap makna dari bunyi yang kita dengar. Listening tidak hanya sekedar menangkap bunyi, tetapi ada aktivitas mengaitkan informasi dan memberikan arti terhadap informasi tersebut.

Selain itu, mendengar (yang dimaksud di sini adalah menyimak) juga membutuhkan keterbukaan. Berkenaan dengan keterbukaan dalam menyerap informasi ini, maka kita mengenal mendengar aktif (active listening) dan mendengar empatik (empathic listening). Lebih lengkapnya boleh dibaca di artikel, "Apa Manfaat Mendengar secara Aktif dan Empatik".

Kemampuan berikutnya adalah bertanya. Bertanya memegang peranan penting dalam membuat perubahan pada diri atau keadaan peserta. Pertanyaan dengan sendirinya menciptakan jawabannya (simultant principle). Kalau tidak percaya, coba saja datangi seorang tukang becak yang sedang asik tidur di siang hari yang terik. Bangunkan dan tanyakan kepadanya, "Pak, apa persoalan terberat yang Bapak alami selama seminggu ini?". Apa yang terjadi? Spontan wajah bapak tersebut akan menjadi murung, kurang bergairah. Kenapa? Karena saat pertanyaan itu diajukan, pikiran si bapak akan segera melacak secara otomatis, persoalan terberat apa yang telah ia alami. Bahkan untuk orang yang tidak bermasalah sekalipun, pertanyaan seperti itu akan membuat orang mencari-cari persoalan. Untuk seni bertanya, boleh dibaca di artikel, "Fasilitasi Proses Belajar dengan Hierarchy of Questions".

Kemampuan yang terakhir adalah menjelaskan. Kemampuan ini justru menjadi kemampuan yang termudah. Tak perlu menganalisa, coba saja lihat kenyataan sehari-hari kita. Di sekolah, tempat kuliah, pertemuan, seminar dan sejenisnya, pasti pembicara selalu memberikan ceramah, bukan? Menjelaskan sudah menjadi 'maknan' sehari-hari.

Hanya saja, aktivitas menjelaskan masih memiliki dua pilihan, apakah mau memberi penjelasan (explaining) atau mendeskripsikan (describing). Menjelaskan adalah aktivitas memberi penjelasan, tetnunya. Seperti yang sudah aku sebutkan sebelumnya, aktivitas ceramah yang sering kita dengar adalah contoh kegiatan menjelaskan. Sementara mendeskripsikan, bisa kita contohkan dengan bercerita. Menceritakan kenyataan (pengalaman atau sejarah) atau imajinasi (dongeng). Mengenai bagaimana bercerita, boleh simak di artikel, "3 Cara Menggunakan Cerita untuk Fasilitasi Proses Belajar".

Urutan kesulitan dari tiga kemampuan fasilitasi ini memang kadang tidak disadari. Sepertinya, urutan kesulitannya dalah menjelaskan, bertanya dan mendengar. Namun jika kita kembali lagi berefleksi dari pengalaman, urutan tingkat kesulitan yang tak kita sadari adalah mendengarkan, bertanya dan menjelaskan.

Tiga Kemampuan Dasar Fasilitasi Proses Belajar

Demikian penjelasan tentang tiga kemampuan dasar dalam fasilitasi, serta urutan tingkat kesulitan dari ketiga kemampuan tersebut. Semoga bermanfaat.

Namun, di luar pembahasan teoritik, urutan kesulitan dalam tiga kemampuan fasilitasi proses belajar bisa sangat tipikal untuk masing-masing orang. Mungkin orang merasa dirinya kesulitan untuk menjelaskan, sementara orang lain kesulitan bertanya atau mendengarkan.

Kalau Kamu, apa yang menurutmu kemampuan yang tersulit dalam fasilitasi proses belajar?

Tidak ada komentar :

Posting Komentar