![]() |
Sumber Gambar: departments.oxy.edu |
Sabtu, 31 Desember 2011
Tulisan Pertama 2012: Pekerjaan juga Punya Chemistry
Senin, 26 Desember 2011
Resolusi yang Sesungguhnya untuk Masa Depan yang Bukan Basa-basi
Sabtu, 24 Desember 2011
Resolusi 2012: Biar Jauh, Kamu di Hatiku
Jumat, 23 Desember 2011
Bunuh Diri dengan PowerPoint
![]() |
Sumber: pabsoft.com |
Rabu, 21 Desember 2011
#HariIbu: Kita Punya Cara Menyayangi Ibu
Sabtu, 17 Desember 2011
Mencapai Target dengan Gaya Bekerja Kita Sendiri
![]() |
Sumber: hermanmiller.com |
4 Level Totalitas dalam Bekerja
![]() |
Sumber gambar: ahmedfikreatif.wordpress.com |
Kamis, 15 Desember 2011
Minggu, 11 Desember 2011
Ketagihan Workshop "Menulis yang Wow!"
Jumat, 25 November 2011
5 Keyakinan Pembunuh Gairah Belajar
Minggu, 20 November 2011
Bagaimana Agar Bisa Tahan Lama?
Ini ngomongin apa sih? Yang jelas bukan soal viagra atau obat sejenisnya. Ini bicara soal ketahanan kita berbicara di depan forum.
Kamis, 17 November 2011
Fasilitasi untuk Mengaktivasi Kelas
Rabu, 16 November 2011
Ingin Menjadi Pencerita yang Memikat? Jadilah Diri Sendiri!
![]() |
Senin, 31 Oktober 2011
Minggu, 30 Oktober 2011
15 Menit Bicara tentang Gerakan Muda
Selasa, 18 Oktober 2011
Resep Presentasi Spektakuler
Sabtu, 15 Oktober 2011
Mini Training: Mengelola Keunikan Anak dalam Desain Pembelajaran
Minggu, 09 Oktober 2011
Fasilitasi Workshop Mendidik Melalui Cerita Seri Jakarta
Minggu, 02 Oktober 2011
Percintaan Punya Kekuatan Pengait Emosional untuk Proses Belajar

CERITA LEBIH PUNYA DAYA PENGUBAH DARIPADA MENGGURUI
Selasa, 27 September 2011
Ingin Membuat Cerita Mini yang Menarik?
Senin, 19 September 2011
Di Balik Misteri Mimpi Kita

mimpi juga rasa yang mematerial jadi visual (@macankampyus)
Minggu, 18 September 2011
Kenapa Senin Berwajah Menakutkan?
Pernah mengalami persoalan seperti itu? Apapun persoalan yang kita hadapi, pasti pernah mengalami hari Senin, bukan? Bagaimana perasaan Kamu ketika hari Senin tiba kembali?
Jumat, 16 September 2011
4 Langkah Sederhana Menulis Cerita
Senin, 12 September 2011
Mengelola Stand Up Comedy
Selasa, 06 September 2011
Digitalisasi Cerita Anak Melalui Partisipasi Komunitas Orang Tua dan Guru untuk Mendidik Anak Indonesia yang Berkarakter
Jumat, 19 Agustus 2011
Arti Pilihan
Berawal dari cengkerama obrolan ngalor ngidul, muncul pertanyaan dari seorang teman, sebut saja Nina.
BELAJAR MENCINTAI DARI TANAMAN
Senin, 15 Agustus 2011
SOMATIC LEARNING HAS BEEN KILLED
Alkisah datanglah sebuah kesempatan yang menuntun saya pergi ke kota bagian timur dari Jawa, Jember. Tugas dari kampus membuat saya mencicipi untuk kali kedua ke kota kecil yang luas tersebut. Kali kedua, karena seminggu sebelumnya saya juga mendatanginya untuk urusan penggalian data sehubungan dengan kegiatan seminar.
Kesempatan santai di sela jam istirahat untuk makan dan sholat Jumat, saya bertemu dengan seorang teman yang mempertaruhkan dirinya untuk menjadi pendidik di sebuah universitas yang memfokuskan diri pada dunia kependidikan. Dia adalah seorang dosen baru di sana.
Kebetulan teman saya ini lulusan dari perguruan tinggi yang sama dimana ia sekarang mendedikasikan sebagian hidupnya, kalu tidak disebut memberikan seluruh hatinya. Karena satu sebab ini, sedikit banyak ia mengenal dalemannya fakultas beserta orang-orang yang lebih lama menghuni tempat itu.
Singkat kata (bergaya SBY), ia curhat sehubungan dengan betapa kenalnya ia dengan kampus tercintanya. Perlu dijadikan landasan pengetahuan terlebih dahulu, teman saya ini merupakan orang yang supel, ramah, banyak teman, sopan, suka humor, bercanda dan ekspresif. Untuk ciri yang terakhir ini ia memulai curahan hatinya. Saking ekspresifnya, sampai-sampai ketulusan hatinya terbahasakan dalam gerak tubuh yang lincah mengikuti perasaannya yang terkadang meledak-ledak. Letupan-letupan dahsyat tersebut menunjukkan keenceran otaknya yang terus mengalir, mencipta, berkreasi, memodifikasi dan mengasosiasi.
Kekuatan yang seharusnya menjadi kebanggaan ini justru menjadi topik curhat dengan tema keluahan. Sebagai dosen baru, ia berusaha mengerem inisiatifnya untuk tidak terlalu berani banyak berinisiatif, mencoba-coba, atau mencari gara-gara. Lebih amannya ia mengambil langkah pasif-reaktif dalam bekerja dan bekerja sama dengan rekan muda dan tua di kampusnya.
Namanya juga anak muda, sesekali ia juga kelepasan dengan otak bocornya. Seperti yang pernah dikatakan Romi Rafael (Master Hipnotis), bahwa bahasa yang tidak bisa menipu adalah bahasa tubuh. Tidak jarang gestur dan ekspresinya menggambarkan keceriaan yang menjadi indikator kecerdasannya. Untuk satu ekspresi ia harus membayarnya dengan mahal. Pembimbing tugas akhirnya pernah berkata bahwa ia kekanak-kanakan, meski sang pembimbing tahu ada kedewasaan di dalam dirinya. Tapi bagian perkataan “kedewasaan” lebih menjadi basa-basi, karena sarang dan judgement yang paling kuat adalah pada, “Jangan selengekan!”. Hal yang sudah lama ia sadari ini mengingatkan kembali bahwa ia harus hati-hati bersikap. Pengalaman ini menjadi lebih reliable ketika seorang dosen senior mengatakan bahwa ia mbegeges dengan kata-kata, “Koe iku wis dosen, ojok mbegeges wae!”. Pengalaman kedua membuat ia menjadi lebih tidak enak lagi, sehingga ia terpaksa harus ambil aksi diam untuk beberapa hari. Alasannya tentu saja karena ia tidak ingin bertindak salah. Image bahwa ia petakilan (setidaknya bagi dosen tua) sudah lama tertaman, sampai suatu ketika gerak matanya yang aktif berpikir dipandang sebagai tidak memandang (tidak menghargai) orang yang sedang berbicara.
Suatu ketika terbukalah satu tabir lagi. Teman dekatnya yang juga dosen ternyata selama ini juga memandangnya sebagai orang yang cengengesan. Teman yang biasanya bercengkerama, bermain, guyonan, mempunyai pendapat yang sama dengan para dosen tua. Sepertinya si teman ini mengemban misi suci pesan dari dosen tua untuk membawa teman saya kembali ke “jalan yang benar”.
Temanku hanya bisa bilang, “Saya ini belajar juga dengan tubuh. Setiap molekul dalam tubuh saya belajar jauh lebih aktif ketika saya bergerak. Saya juga bertipe somatik. Saya salah satu dari sekian banyak yang dianggap gila hanya karena memberikan hak pada tubuh untuk bergerak dan belajar”. Ia mengatakan ini karena ia yakin bahwa temannya itu akan lebih ngerti mengingat mereka berasal dari universita yang bergerak di bidang kependidikan yang seharusnya tuntas dalam mempelajari soal Learning.
Pengalaman ini menunjukkan kepada kita bahwa norma yang disepakati kadang lebih kejam dari pada hukum yang menguasai hajat hidup manusia. Pandangan (mindset) juga menjadi saudara tiri yang tidak kalah kejamnya dalam menjustifikasi orang. Norma yang lebih berpihak pada tradisi yang dianggap sopan tidak mengakomodir hak untuk sekedar tersenyum, memekarkan otak dan menjadi lebih cerdas.
Norma tidak jarang hanya menempati eksistensi dengan tidak memuat esensi. Orang sudah lupa fungsi dan dengan manfaat apa norma dijalankan. Keterikatan pada cara dengan melupakan tujuan membuat jalan tak berarah. Senjata akhir untuk sebuah alasan tidak lebih dari jawaban, “Pokoknya itu, harus begitu!”. Bahkan ukurannya menjadi alasan untuk menanamkan suka atau tidak suka.
Lalu, esensi apa yang dikosongkan dari wadahnya? Pemahaman akan perbedaan. Pandangan saya yang sudah lama dipersenjatai dengan rasionalisasi individual differences, lebih setuju jika kita meninjau kembali justifikasi yang sudah tidak punya alasan relevan tersebut. Apa yang diucapkan oleh teman saya merupakan siksaan yang ia alami. Coba bayangkan jika dengan menahan tersenyum dan menggerakkan tubuh sesuai kata hati, seseorang harus mengorbankan pengembangan myelin, mempercepat pemunahan neuron dan penyusutan otak. Molekul-molekul yang senantiasa menuntut haknya untuk ikut serta dalam pembelajaran tubuh menjadi bisu, kelu dan membeku.
Tempat belajar teman saya yang bergeak di bidang kependidikan tersebut seharusnya mewadahi kebebasan geraknya dengan alasan sedikit pengetahuan tentang modalitas belajar SAVI (somatic, auditory, visual dan intelectual). Sepertinya keluhan teman saya ini juga sebagai bentuk perlindungan dari kebiasaan lama yang melarang siswa untuk berjalan-jalan, melompat, berbicara, tertawa. Tentu kita masih ingat ketika kita tidak boleh berisik atau membuat gaduh pada waktu TK atau SD dulu. Atau ketika pulang dengan mematung (anteng-antengan), siapa yang diam pulang lebih dulu. Ini merupakan warisan politis dalam membelenggu kita untuk tidak menjadi lebih pintar.
Sekarang coba bayangkan jika dosen muda tersebut adalah Anda. Apakah Anda akan menjadikan diri Anda bodoh sedikit demi sedikit? Sekarang berpindahlah tempat dan lihatlah diri Anda di tempat yang lama tadi. Bayangkan jika yang Anda lihat adalah anak Anda. Apakah Anda juga akan membiarkan anak Anda batal untuk menjadi lebih cerdas? Sekarang naiklah ke meja atau kursi yang ada di dekat Anda (hanya jika Anda tidak mengharamkan tindakan tersebut). Lihatlah diri Anda yang pertama. Bayangkan bahwa Anda sebagai orang tuanya sekarang juga merupakan dosen senior dari Anak Anda. Apa yang akan Anda lakukan terhadapnya?
Sabtu, 13 Agustus 2011
TRANSFORMASI CINTA
Ini adalah hari kedua setelah malam pertama diisi dengan kegiatan santai. Sebuah acara pelatihan untuk organisasi mahasiswa yang dinamai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Penalaran. Organisasi ini merupakan kumpulan dari mahasiswa yang menykai pergulatan dengan pemikiran, membuat karya tulis, program pengajian keilmuwan dan diskusi.
Seperti halnya hari ini, pelatihan diadakan sebagai penyambutan atau upacara inisiasi buat anggota baru, diselenggarakan di Batu 28-30 November 2008. Pelatihan semacam ini (yang biasa disebut dengan pendidikan latihan atau diklat) memang selalu diadakan setiap tahun ketika menerima anggota baru. Minggu pagi ini juga ada sekitar 60 orang peserta yang mengikuti materi hari ini.
Yang akan diceritakan kali ini adalah bagian transformasi cinta. Sesi ini merupakan amanat dari para senior organisasi yang menginginkan anak buahnya memiliki integritas dan mencitai organisasi.
Sebagai penyenang dan penyemangat awal, para peserta yang memang sudah dikelompokkan pada sesi sebelumnya, diajak untuk berpose di depan kamera. Tiap kelompok berhak untuk membentuk formasi dan bergaya yang seseru mungkin. Mereka diberikan kesempatan berfoto tiga kali yang kemudian dipilih salah satunya. Foto yang mereka pilih dicetak di kertas.
Focus dikembalikan kepada sesi inti. Sebagai stimulus awal, peserta diajak membiacarakan tentang organisasinya dan hubungan mereka dengan organisasi. Setiap peserta diajak untuk membayangkan benda, lokasi dan suasana yang menarik buat mereka. Berbagai hal atau benda bisa dibayangkan, bahkan imajinasipun tidak dilarang. Setelah membayangkan banyak hal, dibagikan kertas buat mereka, masing-masing satu lembar. Peserta diminta memilih salah satu benda, suasana atau keadaan yang menurut mereka mencerminkan organisasi mereka. Dibuatlah gambarnya di kertas. Peserta dikelompokkan dan tiap orang bercerita di dalam kelompoknya. Banyak cerita-cerita menarik yang muncul tentang analogi atau metaphor dari UKM Penalaran.
Sebagai tambahan, peserta diminta melipat kertasnya dua kali, sehingga membentuk dua garis yang saling tegak lurus berpotongan di tengah kertas. Peserta mengamati posisi gambarnya terhadap garis yang berpotongan. Ada yang tidak memotong sama sekali, kecil di bagian pojok kertas, namun ada juga yang tepat di tengah dan gambarnya cukup besar. Hal ini hanya sebagai tambahan yang menggambarkan tingkat intensi setiap anggota organisasi terhadap organisasinya. Atau lebih mudahnya disebut sebagai tingkat partisipasi atau keterlibatan. Semakin ke tengah atau memotong persilangan garis, tingkat kepecayaan diri anggota untuk terlibat dalam organisasi cukup besar.
Kembali kertas dibagikan untuk masing-masing orang. Sekarang tiap peserta diajak untuk membayangkan pengalaman masing-masing tentang kasmaran dan jatuh cinta. Kecintaan terhadap istri atau suami, pacar atau teman dibayangkan sampai detil. Dalam waktu satu menit, peserta diberikan kesempatan untuk mendaftar kata-kata kunci yang menggambarkan perasaan atau pikirannya tentang kasmaran.
Kembali ke dalam kelompok. Semua kata kunci yang didapat oleh kelompok, dipilih 10 kata yang paling menarik, menginspirasi atau menggairahkan.
Foto tiap kelompok yang sudah dicetak dibagikan. Dengan kertas manila, foto itu boleh ditempel dan dihias. Foto tersebut adalah gambaran organisasi. Cerita tentang organisasi muncul dari foto tersebut. Setiap kelompok mengobrolkan cerita-cerita tentang organisasi berdasarkan foto. Hasil dari sharing dituangkan dalam berbagai bentuk, bisa puisi, kata mutiara, motto, slogan, lagu atau akronim. Penuangannya dengan memanfaatkan 10 kata terpilih yang berhubungan dengan kasmaran atau jatuh cinta.
Hasilnya bermacam-macam, gambara tentang organisasi yang penuh cinta, guyub, saling toleran, saling mendukung, produktif, kompetitif dan sebagainya.
Pada akhirnya peserta menyimpulkan tentang kecintaannya terhadap organisasi dan fasilitasi transformasi cinta organisasi berhasil dilakukan.
Belajar Kompleksitas, Simplisitas, Fleksibilitas dari Spiderman
“Berarti kamu mencintaiku?”, Tanya MJ pada Peter Parker
“Iya”, jawab Peter singkat.
Mereka berdua saling senyum, meski Peter sedang menahan besi beribu-ribu pon.
“Ini... sangat... berat” Kata Peter, masih dengan tetap tersenyum.
Ini adalah cuplikan yang tidak teralalu letterlij dari film Spiderman 2. Secuil adegan ini memberikan ruang belajar yang luas untuk beberapa hal yang lahir dari nuansa dan suasana yang melingkupi MJ dan Peter Parker. Terdapat dua ruang pembelajaran yang berbeda dari bagian film ini. Ruang pertama adalah konteks film dan yang kedua adalah konteks kehidupan real di luar film.
Apa yang ditanyakan MJ dan dinyatakan oleh Parker adalah tanya jawab yang sebelumnya memang berawal dari perhelatan batin yang panjang. Selama ini Peter selalu mengingkari perasaannya bahwa ia mencintai MJ. Keadaan yang mendesak menjadikan kata itu terlontar begitu sederhana, “Iya”. Kata yang bisa dirasakan begitu romantisnya daripada tiga kata yang lebih panjang, “I love you”.
Mari kita cermati bagian yang lain dari film yang sama,
“Ini tidak mudah” kata Peter, sambil melepaskan pegangan tangan MJ.
“Kamu memperumitnya”, sergah MJ.
MJ berusaha untuk menjadikan semuanya lebih simpel. Ia meninggalkan Peter ketika ia ditolak untuk pertama kali (Spiderman pertama). MJ memilih orang yang mencintainya dengan berusaha menampakkan ia benar-benar sedang mencinta. Maksudnya, ia mengingkari hatinya yang masih terpaut pada Peter. Keterpautan ini dibekukan pada sakit hati ketika ia ditolak. Ternyata sakit hati dan cinta berdiri sendiri-sendiri, membentuk kubu yang menjadi kekuatan untuk menggerakkan kehendak. Apa yang dilakukan MJ seperti apa yang disenandungkan oleh Dewa dengan cintailah cinta, atau apa yang dipetuahkan oleh Melly dan KD, cintailah dia yang mencintaimu. Sebuah simplisitas yang diserahkan pada hukum stimulus dan respon. Ternyata memang tidak semudah itu, karena kekuatan eksitasi (pendorong) dan inhibisi (penghambat) saling bertentangan. Akhirnya simplisitas lebih mengikuti kata hati untuk kembali kepada Peter. MJ melarikan diri dengan gaun pengantinnya untuk menemui Peter.
Berbeda dengan Peter yang dikatakan oleh MJ memperumit. Penolakan yang masih tak jelas buat MJ dilakukan dengan berat oleh Peter untuk menyelamatkan MJ dari musuh-musuh Spiderman. Yang dipilih oleh Peter adalah seperti lagu yang juga dilantukan oleh Dewa, cinta tak harus memiliki. Peter dikatakan memperumit oleh MJ, padahal sebenarnya MJ telah masuk dalam kerumitannya sendiri. Bedanya, Peter melakukan dengan sadar atas pertimbangan tertentu, sementara MJ lebih mengikuti kata hati yang sebenarnya juga kamuflase.
Pengingkaran hati yang dilakukan oleh Peter maupun MJ merupakan hal berat yang akhirnya dibayar dengan beberapa kali mengalirkan air mata. Bahkan pengingkaran ini lebih berat daripada reruntuhan yang ditahan oleh Peter sambil tersenyum, meskipun ia mengatakan berat (pada cuplikan pertama).
Menengok pada kata berat yang diucapkan Peter, kadang bahasa memang membuat hati sedikit ringan untuk dilepaskan dari bebannya. Tapi kata tidak cukup mewakili sepenuhnya apa yang dirasakan di hati. Setiadaknya kata akan membentuk realita, itu yang akan terjadi. Lalu apakah dengan mengatakan berat kemudian semuanya akan menajdi berat? Bisa jadi demikian. Namun lagi-lagi tidak sesimpel itu. Pada waktu Peter mengatakan berat, hatinya mungkin mengucapkan ringan. Atau cinta yang membuat ringan sehingga mulutnyapun begitu mudah untuk mengatakan berat. Dan pada waktu itu bisa jadi kata berat tidak menemui makna yang sesunggunya.
Ada dua prasangka paling tidak yang mungkin terjadi sehubungan dengan kata berat ini. Pertama, Peter merasakan kenikmatan kejujuran ketika segalanya berasa ringan. Secara fisik apa yang dipikulnya memang berat, tetapi hal ini hanya bisa dikatakan bersamaan dengan beban hati yang semakin ringan. Sehingga dua hal yang bertentangan ini membentuk konstruksi makna baru yang terkonversi, berat tetapi ringan atau ringan tetapi berat. Lebih tepatnya sebenarnya berat dan ringan sekaligus. Kedua, Peter disangkakan mengungkapkan kelugasan bahwa melindungi MJ itu memang berat, seberat besi yang sedang ditahannya agar tidak menimpa MJ. Biasanya sebagian para wanita terjebak pada prasangka kedua yang akhirnya terjadi kesalahpahaman yang melukai lelaki. Memang, lelaki juga merasakan kebahagiaan jika usaha keras yang ia lakukan untuk wanitanya bermakna secara nyata di hati si wanita. Ketika MJ bisa merasakan betapa berat besi yang dipikul Peter, itu mungkin sudah cukup membuat Peter bahagia. Sedikit saja pembelajaran reflektif akan membuat MJ tau bahwa apa yang ditanggung di benak Peter jauh lebih berat, meski analoginya masih bisa ditautkan.
Sebenarnya pertemuan antara Peter Parker dan Mary Jane adalah dialog antara simplisitas dan kompleksita. Pertimbangan rasio telah merumitkan jalan hidup Peter Parker. Sementara itu aksi reaksi yang terjadi dalam kehidupan Mary Jane telah menempatkannya pada ruang simplisitas. Namun demikian, pada dasarnya keduanya terjebak dalam kerumitan mereka sendiri. Kerumitan ini terjadi ketika keduanya menolak kata hati. Apa yang dilakukan Mary Jane dengan mencintai orang yang mencintainya sekilas tampak simpel. Tetapi pengingkaran hati telah menjadikan Mary Jane rumit dalam dirinya. Simplisitas aksi reaksi yang dilakukan oleh Mary Jane telah mengundang kerumitannya sendiri. Sementara Peter Parker telah menampakkan kerumitannya dari awal. Interaksi antara wilayah internal dirinya dan pertimbangan eksternal keselamatan Mary Jane memunculkan konflik batin yang membuat rumit. Semuanya baru terjawab ketika keduanya menyerahkan pada simplisitas suara hati.
Bagaimana simplisitas ini bisa dimenangkan, ternyata pergulatan keduanya (kompleksitas dan simplisitas) melahirkan unsur ketiga. Keadaan yang menekan mengawinkan dua unsur untuk melahirkan fleksibilitas. Tekanan yang bertubi-tubi dari gencarnya serangan musuh Spiderman menjadikan kata “Aku cinta kamu” yang tidak pernah diucapkan oleh Peter Parker kepada Mary Jane tergantikan dengan senyum dan jawaban, “Iya”. Menari dengan irama alam, musik kondisi dan situasi, telah menjadikan gerak hati, pikiran dan tubuh begitu gemulai untuk memilih secara alami. Bukan pikiran, hati atau tubuh yang menang, tetapi kealamiahan diri untuk berpadu secara harmonis dengan keadaan yang muncul sebagai jawaban kebahagiaan [ ]
Kamis, 14 Juli 2011
KAUS KAKI BOLONG (Versi Siap Rekam)
Takita: Pagi itu adalah hari pertama Libi masuk sekolah. Nama sekolahnya, SEKOLAH SEMUT BERKAUS KAKI.
Takita: Sebenarnya Libi adalah seekor lebah yang masuk di sekolah para semut. Ini karena Libi adalah satu-satunya lebah berwarna merah, mirip semut, dan sudah diangkat menjadi keluarga semut. Seperti namanya, setiap murid tidak ada yang tidak berkaus kaki. Kaus kaki seperti pakaian wajib. Lebih dari itu, memakai kaus kaki adalah kebanggaan buat murid di sekolah semut tersebut.
Takita: Fasilitas di sekolah Libi yang baru ini sangat beraneka ragam. Ada perosotan yang puanjaaang, ada ayunan yang tidak hanya berayun depan belakang, tapi juga bisa bergoyang ke kiri dan ke kanan, ada terowongan panjang bawah tanah, dan banyak lagi. Ditambah lagi sekolahnya yang beraneka warna dengan pemandangan kolam yang indah serta permainan lampu yang bisa menampakkan hujan, matahari dan pelangi. Sebuah sekolah yang luar biasa.
Takita: Teman-teman Libi di sekolah ini juga keren-keren. Selain bajunya yang selalu bersih dan disetrika rapi, peralatan sekolah mereka juga canggih. Rautan, pinsil, ballpoint, semua serba otomatis dan menggunakan mesin. Dan yang pasti, para murid memakai kaus kaki berwarna-warni indah dan berbau harum beraneka aroma.
* * *
Takita: Suatu ketika, tibalah saat belajar di laboratorium ilmu alam. Laboratorium yang besar dan bersih. Setiap masuk, guru dan murid harus melepas sepatunya. Lantainya berkarpet dan tidak ada kotoran atau debu sedikitpun.
Takita: Di lantai duduk berderet anak-anak semut yang sibuk melepas sepatu dan segera meletakkan di rak. Ketika Libi melepas sepatu, beberapa teman yang berada di sekitarnya memperhatikan. Pandangan mereka tajam tertuju pada ujung kaki Libi yang masih terbungkus kaus kaki. Ada apa ya di kaki Libi?
Takita: Beberapa detik kemudian tawa teman-teman Libi meledak.
Suara murid-murid: “hahahahahaha”
Pilo: “Kaus kaki bolong! hahahaha”
Suara murid-murid: “hahahahahaha”
Takita: Sekali lagi Libi menatap kaus kakinya. Dia segera lari menuju rak sepatu, meletakkan dan buru-buru masuk laboratorium.
Takita: Kelas berjalan dengan suara bisik-bisik diantara teman-teman Libi.
Suara murid-murid saling berbisik: “Kaus kaki Libi bolong”
Takita: Beberapa teman-teman Libi berusaha melongokkan kepalanya untuk melihat sendiri kondisi kaus kaki Libi.
Takita: Kaki Libi sibuk saling menutupi antara yang kiri dan yang kanan. Tapi ujung-ujung jari kaki itu rupanya tak mau dihalang-halangi. Jika yang kanan menutup yang kiri, maka jari kaki kanan yang di atas, tetap saja kelihatan.
* * *
Libi melemparkan tasnya di kasur, disusul tubuhnya mendarat tajam. Ia menelungkupkan wajahnya ke bantal.
Ibu Libi: Ada apa Libi?
Takita: Seorang perempuan muncul dari balik pintu. Tahu siapa itu? Iya benar, itu ibunya Libi
Ibu Libi: Biasanya kalau baru datang, kamu cium tangan ibu, bercerita banyak hal. Ada apa?
Libi: huhuhuhuhu hiks (menangis)
Ibu Libi: Ayo cerita...!
Libi: Kapan Libi dibelikan kaus kaki baru? Huhuhuhu (masih menangis)
Jeda (waktunya setara dengan ibu menunduk. Ia tersenyum sambil mengelus kepala Libi dari belakang)
Ibu: Ibu kan sudah bilang, bulan depan ibu baru punya uang untuk beli kaus kakimu
Ibu Libi: Itu terlalu lama Bu... hukhuuu (nada protes sambil terisak)
* * *
Takita: Keesokan harinya, satu bangku di kelas Libi kosong. Siapa yang tidak hadir? Ada yang tahu? Iya, yang tidak hadir adalah Libi
Guru: Anak-anak, Libi kemana? Ada yang tahu?
Takita: Pilo mengangkat tangan
Pilo: Mungkin dia sedang mengerjakan PR nya Bu Guru
Guru: PR apa?
Dion: Menjahit lubang di ujung kaus kakinya
Murid-murid: hahahahaha
Guru: Kenapa kaus kakinya? (gusar?)
Pilo: Kaus kakinya bolong di ujungnya, Bu
Guru: Celaka! Ini aib (suara lirih, seperti teriakan yang ditahan)
Takita: Di sekolah SEMUT BERKAUSKAKI memang semua anak memakai kauskaki. Kaus kaki adalah benda penting untuk melindungi kaki anak-anak semut. Bahkan sampai ada murid yang tidak masuk sekolah gara-gara kaus kakinya kotor atau rusak. Dia baru masuk lagi setelah kaus kakinya kembali bagus, atau membeli yang baru.
Takita: Sejak saat itu, berita tentang kaus kaki Libi yang bolong menyebar ke seluruh sekolah.
Suara murid-murid saling menggosip: Anak baru itu, kaus kakinya bolong
Suara murid-murid saling menggosip: Dia satu-satunya anak ajaib, ujung jarinya berloma-lomba keluar
Suara murid-murid saling menggosip: Gimana kalau kita kasih nama si kaki bolong?
Takita: Begitulah cerita heboh tentang kaus kaki Libi yang bolong
Takita: Bahkan ada poster bertuliskan DICARI SEORANG BOCAH HILANG. CIRI-CIRINYA LIHAT DI BAWAH GAMBAR INI. Tahu gambar apa? Iya, gambar kaki yang memakai kaus kaki bolong.
Takita: Tertawa meledek terdengar di setiap ujung sekolah. Memang tidak semua, tapi sudah cukup membuat Libi, tepatnya kaus kakiya yang bolong, menjadi bintang.
Takita: Tidak semua teman Libi sama. Dapin dan Lea adalah dua teman Libi yang berusaha mencari Libi ke rumahnya.
* * *
Lea dan Dapin: Selamat siang!
Ibu Libi: Selamat siang! Libi ada di kamar. Masuk aja!
Takita: Di kamar, Libi sedang duduk serius menghadap ke mejanya. Di atas meja ada dua buah helai kaus kaki bolong yang tak pernah lepas dari padangannya sejak dua jam yang lalu.
Dapin: Libi, kamu ngapain?
Takita: Libi tetap tak menggubris
Lea: Libi...
Takita: Dapin dan Lea melongok ke meja Libi. Mereka ingin tahu apa yang sedang dilakukan Libi di mejanya, sampai-sampai ia tak mendengar mereka berdua.
Dapin: hahahahaha
Takita: Dapin tak dapat menahan tawa setelah tahu yang di depan Libi adalah dua helai kaus kaki bolong.
Lea: sssssttttt, jangan tertawa! (berbisik)
Takita: Libi memandang mereka berdua. Ia raih dua kaus kaki di meja dan meninggalkan mereka berdua. Ia terbang mengitari kamarnya dan akhirnya menjatuhkan tubuhnya, duduk di atas ranjang. Ia angkat dua kaus kakinya. Ia pandangi kaus kaki tersebut.
Takita: Dapin duduk di samping Libi, menepuk pundak Libi.
Dapin: Sudah, biar kaus kaki bolong, belajar jalan terus dong!
Lea: Iya Libi. Besok masuk sekolah yuk!
Libi: Dengan kaus kaki bolong ini? (nada protes)
Takita: Beberapa saat mereka bertiga tak bersuara. Entah apa yang mereka pikirkan.
Dapin: Benar itu Libi... (memecah kesunyian)
Lea: Meskipun kaki kita berbeda, apa kamu mau menggunakan kaus kakiku?
Libi: Biarpun aku pakai kaus kaki baru, tetap saja mereka akan mengolokku
Dapin: Betul Lea. Bukankah di sekolah sudah ada julukan Si Kaus Kaki Bolong? Hahahahaha
Lea: Hush!
Takita: Kembali ketiganya diam. Kali ini lebih lama
Lea: Aku ada ide! (memekik diikuti bunyi cling! *ada ide*)
Takita: Dapin dan Libi menoleh dan menunggu ide Lea dengan antusias.
Lea: Saatnya kita mempromosikan kaus kaki bolong
Dapin dan Libi: Maksud kamu? (hampir bersamaan)
Takita: Tanpa bicara, Lea segera mencopot kaus kakinya.
Lea: Kamu punya gunting?
Takita: Libi menunjuk meja belajarnya. Lea mengambil gunting yang tergeletak di situ. Ia memotong ujung kaus kakinya.
Dapin: Apa yang kamu lakukan, Lea?! (memekik)
Libi: Iya Lea.. aku saja mendambakan kaus kaki yang indah seperti itu. Kenapa kamu malah merusaknya?
Lea: Ini tidak rusak Libi. Ini justru indah. Malah lebih indah
Takita: Dapin dan Libi menggeleng tak mengerti
Lea: Mulai hari ini, aku akan mendukung Libi untuk mempromosikan kaus kaki bolong
Dapin: Ini ide gila!
Lea: Apa keuntungannya kalau kaus kaki kita bolong?
Dapin: Kaki kita jadi dingin, tidak gerah
Lea: Apa lagi?
Libi: Ujung jari kita masih bisa untuk menjepit kalau kita bermain di atas pohon, atau ketika kita memakai sendal jepit
Lea: Bagus! Ayo kalian berdua buat posternya!
Libi dan Dapin: Siap!
* * *
Takita: Ini hari pertama Libi masuk sekolah lagi, setelah seminggu tidak masuk. Kali ini dia berangkat sekolah dengan semangat bersama Lea dan Dapin. Ia terbang mengelilingi Lea dan Dapin yang hanya bisa jalan. Kenapa kok Libi bisa terbang, sedangkan Lea dan Dapin tidak bisa? Iya, karena Lea dan Dapin adalah semut merah, sedangkan Libi seekor lebah.
Takita: Tawa mereka bertiga merekah, diselingi lagu berjudul KAUS KAKI BOLONG.
Kaus kaki bolong
Kaus kaki paling keren
Kaus kaki bolong
Hanya untuk yang beken
Takita: Begitulah lagu yang mereka ciptakan untuk mempromosikan kaus kaki bolong. Sepanjang jalan mereka bertiga menghafalkan lirik lagunya. Meskipun susah menghafal, tapi Dapin tetap bersemangat mengikuti lagu yang dinyanyikan Libi dan Lea.
Takita: Di sekolah, Libi, Lea dan Dapin segera menempel poster-poster yang bergambar kaus kaki bolong. Di poster itu juga ditulisi lirik lagu yang mereka dendangkan dimana-mana. Mereka bertiga juga tidak malu menunjukkan kaus kaki mereka yang bolong. Selain itu, Dapin juga bersemangat menyebarkan selebaran-selebaran tentang ‘kaus kaki bolong’. Beberapa orang yang merasa kampanye mereka seru, ikut mempromosikan. Yang lain juga tidak ingin ketinggalan.
Takita: Promosi kaus kaki bolong ini terus berlangsung. Setiap hari selalu bertambah murid yang memakai kaus kaki bolong. Dimana-mana murid atau bahkan guru yang sebelumnya menentang, jadi ikut menyanyikan lagu ‘kaus kaki bolong’.
* * *
Takita: Sudah berganti bulan. Ini saat yang telah dijanjikan oleh ibu. Ibu janji apa kepada Libi? Iya, Libi mendapatkan sebuah bingkisan yang dibungkus kotak cantik.
Ibu Libi: Libi, ini kaus kaki yang ibu janjikan dulu. Ini baru ibu berikan bulan ini, karena ibu baru punya uang bulan ini. Tidak hanya itu, ini juga bertepatan dengan hari ulang tahun Libi. Jadi ini sekaligus hadiah ulang tahun buat Libi
Libi: Terimakasih Bu
Takita: Libi senang. Ia Libi mencium pipi ibu dan memeluknya.
Libi: Libi sudah tidak mau merepotkan ibu. Libi tidak mau lagi menuntut ibu membelikan kaus kaki baru buat Libi
Ibu Libi: Ini kejutan buat Libi. Coba Libi buka hadianya
Takita: Perlahan Libi menyobek kertas pembungkus hadiah. Matanya berbinar ketika melihat hadiahnya. Sepasang kaus kaki bolong baru.